HARIANSULSEL.COM, Makassar – Konstalasi Pilgub Sulsel 2018 semakin menghangat. Jika sebelumnya kubu Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman (NA-ASS) dianggap merebut rekomendasi sejumlah partai politik, maka pasca-Megawati Soekarnoputri membawa PDIP sebagai pengusung utama “The Proffessor”, kini mulai berubah.
Hanya hitungan beberapa jam setelah NA-ASS mengantongi rekomendasi PDIP, NA yang sempat menaruh harapan bisa diusung Partai Demokrat, justru dinilai balik “menantang” partai bentukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu agar memunculkan poros koalisi baru. Apalagi, hubungan PDIP dan SBY selama ini selalu bersebrangan.
“Saya berharap Partai Demokrat juga membentuk poros baru supaya ada banyak pilihan dalam Pilgub Sulsel,” ucap NA saat bertandang ke DPD Gerindra Sulsel, Senin (16/10/2017).
Perubahan sikap mendadak NA ini memunculkan spekulasi. Apakah NA mendapat “bisikan” dari Megawati untuk menjadikan PDIP sebagai satu-satunya partai besar secara nasional menjadi pengusung utamanya? Atau memagari Bupati Bantaeng ini untuk tidak “mengemis” ke Partai Gerindra dan Partai Demokrat lagi?
Menanggapi hal tersebut, Pakar politik Univeritas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Adi Suryadi Culla berpendapat perkembangan arah dukungan parpol saat ini sangat dinamis. Ia menilai langkah PDIP yang mengusung NA akan membuat partai lain di luar non parlemen bisa berbalik arah.
Bahkan kata dia, poros baru yang akan digagas Demokrat dan Hanura akan menjadi penantang atau ancaman bagi figur lain. Lebih khusus ancaman bagi NA yang selama ini mendengungkan untuk mengendarai Demokrat di Pilgub.
“Demokrat berinisiatif membuat poros tengah ini, bisa saja jadi ancaman juga bagi NA. Ruang gerak NA untuk dapat Demokrat semakin sempit,” ujar Adi Suryadi Culla, Rabu (18/10/2017).
Menurutnya, statement NA yang ingin menantang poros baru Demokrat bisa jadi senjata bagi pengurus partai Demokrat sehingga melakukan perlawanan dengan mengusung figur yang menjadi lawan NA.
“Jika terjadi poros baru, ini juga penantang bagi NA. Ancaman serius karena posisi baru menjadi posisi tawar bagi parpol lain bargaining politik,” kata akademis Unhas itu. (*)