HARIANSULSEL.COM, Ternate – Nawal el-Saadawi, perempuan kelahiran 27 Oktober 1931 Dilahirkan di sebuah desa bernama Kafr di tepi sungal Nil, Mesir. Ia dikenal di seluruh dunia sebagai penulis novel dan pejuang hak-hak perempuan. Karya-karyanya menggambarkan keadaan kaum perempuan Mesir dan dunia Arab.
Sebelum terkenal sebagai seorang penulis, Nawal merupakan seorang dokter, ia memulai praktik dokternya di daerah pedesaan, kemudian di berbagai rumah sakit di Kota Kairo, dan terakhir menjadi Direktur Kesehatan Masyarakat Mesir.
Semenjak bekerja sebagai dokter di desa kelahirannya, Nawal mengamati kesulitan dan kesenjangan sosial yang dihadapi perempuan pedesaan dan mendorongnya untuk menulis sebuah buku dengan judul Women and Sex. Buku perdananya ini dikemudian hari menjadi pembicaraan didunia internasional, menyebabkan Nawal harus diganjar dengan dibebastugaskan dari jabatannya sebagai seorang direktur oleh Menteri Kesehatan Mesir. Alasannya karena Buku Nawal menyuarakan tentang bahaya sunat bagi perempuan yang memang masih mendarah daging di Mesir bahkan di negara-negara muslim lainnya. Perjuangan Nawal selama puluhan tahun akhirnya membuahkan hasil, pada tahun 2018 Mesir secara resmi melarang mutilasi genital pada perempuan, atau sunat perempuan.
Selain sunat perempuan, Nawal juga mengutuk keras pernikahan dibawah umur yang masih tumbuh subur dilakukan oleh masyarakat Mesir saat itu. Kemarahannya memuncak mengingat bagaimana pasien-pasiennya selalu menceritakan perlakuan buruk dari suami mereka yang ringan tangan serta mengabaikan hak-hak istrinya.
Nawal kemudian melakukan penelitian tentang kasus perempuan dipenjara dan rumah sakit, hasil penelitian ini kemudian ditulis dalam bentuk novel berbahasa Arab yang ia beri judul “Imra’at ‘Inda Nuqtat al-Sifr”. Novel yang membuatnya terkenal hingga ke seluruh dunia. Lewat novel ini Nawal menerangkan tentang pertentangan kelas antara laki-laki dan perempuan dalam budaya patriarki yang melahirkan relasi gender yang timpang melalui penokohan diri Firdaus. Oleh sebab itu, novel ini menimbulkan pro dan kontra.
Pemerintah dan ulama konservatif serta golongan fundamentalis keagamaan baik Kristen maupun Islam menganggap novel Imra’at ‘Inda Nuqtat al-Sifr telah menodai wilayah agama yang suci. Karena itu novel ini sempat menjadi sastra ”exile” karena dilarang terbit dan beredar di negara Mesir. Namun, sambutan hangat datang dari kalangan feminis dari berbagai negara. Karyanya dikritisi, didiskusikan, dipentaskan bahkan menjadi kiblat tersendiri bagi kalangan feminis pada umumnya.
Novel Imra’at ‘Inda Nuqtat al-Sifr saat ini telah diterjemahkan ke 12 bahasa di dunia, termasuk terjemahan Bahasa Indonesia diterbitkan oleh penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia pada tahun 2010 dengan judul terjemahan “Perempuan di Titik Nol”. Lewat novel ini menjadikan Nawal sebagai salah satu tokoh penggerak karya klasik perempuan Islam di dunia.
Nawal El-Saadawi seorang dokter berkebangsaan Mesir menghadirkan beragam karya tulis fiksi dan nonfiksi yang menunjukkan perjuangan perempuan Mesir untuk merebut kedudukan dan hak-hak yang sama dan untuk mendapatkan perubahan nilai dan sikap laki-laki Mesir terhadap perempuan yang sepenuhnya belum tercapai. Lewat tokoh-tokoh utama dalam novel, Nawal menguak sebuah alur cerita yang sangat pedas, keras, dan berani yang mengandung jeritan pedih, protes terhadap perlakuan tidak adil terhadap perempuan yang diderita, dirasakan, dan dilihat oleh perempuan itu sendiri.
Lewat tulisan-tulisannya Nawal terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penindasan terhadap perempuan, dipenjara di era Presiden Anwar Sadat lalu bebas di era Presiden Hosni Mubarak, buku-bukunya dilarang beredar dan disensor tak menghalanginya tetap bersuara lantang memperjuangkan hak-hak Perempuan hingga diujung usianya.
21 Maret 2021 Perempuan berpengaruh asal Mesir ini meninggal dunia di usia 89 tahun. Kepergiannya menyisakan duka yang mendalam di dunia sastra. Penulis kondang ini meninggalkan karya yang akan terus dikenang demi perubahan dunia.
“Saya harus lebih agresif, karena dunia menjadi lebih agresif, dan kami membutuhkan orang-orang untuk berbicara keras melawan ketidakadilan” (Nawal El-Saadawi)
Penulis: Rahmat – Akademisi IAIN Ternate dan Pengagum sastra Arab
saya sudah membaca salah satu dari buku yang dia tuliskan, saya pun setuju dengan apa yang tertera pada buku miliknya. Sebagai kau pria perjuangan ia sungguh sangat di apresiasi