HARIANSULSEL.COM, Makassar – Sejak pertama kali dilakukan simulasi pemberian makan bergizi bagi anak sekolah media sosial seperti X begitu ramai, pembicaraanya seputar program pemerintahan presiden prabowo subianto dalam mendukung pemenuhan gizi anak-anak disekolah yang tentu salah satu tujuannya adalah meningkatkan kualitas gizi anak-anak ditengah gizi guruk yang masih cukup tinggi. Bagaimana tidak tahun 2024 prevelensi gizi buruk di indonesia diperkirakan mencapai 16,15 persen sedangkan prevelensi stunting ditargetkan mencapai 14 persen pada akhir tahun 2024. Bagaimana dengan balita? Kementerian kesehatan menyasar 17,1 juta balita atau 95,15 persen ditemukan 5,8 juta balita atau 36,10 persen mengalami masalah gizi.
Jauh sebelum pemerintahan prabowo subianto, Indonesia pernah melakukan pemberian kecukupan gizi bagi balita atau dikenal dengan program makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS), program di jaman presiden soeharto ini menyasar anak balita, ekosistem rantai pasokan yang dipakai cukup matang dimulai pengaktifan Pos Pelayanan Pelayanan Terpadu (Posyandu) hingga kepelosok desa yang dinisiasi oleh presiden soeharto di tahun 1984.
Makanan yang diberikan berupa susu dan bubur kacang hijau yang menggunakan hasil pertanian setempat yang pelaksanaanya dilakukan oleh guru, kepala sekolah, PKK dan Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) yang merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa yang tentu tujuannya untuk memenuhi kebutuhan gizi serta meningkatkan kecerdasan anak-anak.
Tahun ajaran 2024/2025 kemendikbud merelease jumlah sekolah di indonesia sebanyak 439.784 sekolah dari jumlah ini Sekolah Dasar (SD) berjumlah 148.882 unit jumlah SD masih lebih banyak dibandingkan dengan sekolah menengah. Penyebaran sekolah di indonesia belum merata, 43,9% sekolah masih berada di pulau jawa. Jumlah siswa sekolah dasar dan menengah tahun ajaran 2024/2025 adalah 52.913.427 siswa dengan jumlah siswa terbanyak di provinsi jawa barat sedangkan papua barat daya merupakan wilayah dengan jumlah siswa paling sedikit. Badan Gizi Nasional menargetkan 3 juta anak di tiga bulan pertama untuk diberikan makanan gizi tetapi yang terpenuhi hanya 600.000 anak di wilayah perkotaan dan kabupaten hanya 1 persen dari 52.913.427 siswa belum sepenuhnya mencapai target.
Data Badan Gizi Nasional (BGN) mengklaim ada 13 ribu mitra yang sudah tergabung dalam program makan bergizi gratis sebagai mitra salah satunya berasal dari usaha kecil hingga skala besar. 190 lokasi sppg yang tersebar di 26 provinsi di indonesia. Jika dibandingkan dengan jumlah sekolah di seluruh indonesia sebagai objek pemberian makan bergizi 190 titik belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan makan bergizi. Ketimpangan ketersediaan dapur, bahan baku, pola distribusi belum sepeuhnya matang dalam mendukung program presiden prabowo subianto, Badan Gizi Nasional sebelum melakukan simulasi program ini seharusnya membangun sismulasi ekosistem rantai pasokan mulai dari hilir pemasok bahan baku, titik-titik dapur yang mengolah bahan baku, hingga pola distribusi yang digunakan hingga sampai kepada siswa disekolah. Ekosistem rantai pasokan ini penting agar makanan bergizi yang sampai kepada siswa masih layak untuk dimakan dan rasanya terjaga.
Besarnya jumlah sekolah dan siswa untuk disasar dalam program makan bergizi gratis tentu memliki tantangan tersendiri, bagaimana tidak tingkat ketahanan makanan memiliki waktu terbatas, seperti sayur yang setelah dimasak sebaiknya di konsumsi dalam waktu 5 jam, setelahnya itu kualitas dan nutrisinya akan menurun. Untuk menjaga kualitas dan nutrisinya bertahan hingga ke siswa perlu pematangan ekosistem rantai pasokannya. Satu dapur penyedia makan bergizi sebaiknya mencover 10 sekolah, maksimal 3000 siswa dengan jarak coverage distribusinya 30 – 50 km. Sehingga makanan bergizi 3 hingga 4 jam sebelum di konsumsi oleh siswa.
Selain pola distribusi makan gratis hingga ke siswa, ekosistem rantai pasokan bahan baku juga harus matang, seperti ketersediaan sayur mayur, telur, buah hingga beras secara simultan juga harus matang, petani sayur, peternak ayam petelur dan lainnya juga harus di simulasikan dengan baik, sehingga pemasokan bahan baku secara simultan mengalir ke dapur produksi. Tentu juga masa simpan bahan baku harus menjadi perhatian utama bagi dapur yang mengelola, seperti sayur mayur masa simpan dalam hari sebelum diolah sehingga kualitas dan nutrisinya tetap bertahan.
Kematangan ekosistem rantai pasukan makan bergizi harus dipastikan mulai dari ekosistem bahan baku keterlibatan petani, ekosistem produksi seperti dapur hingga ekosistem distribusi makanan bergizi hingga ke siswa. Sehingga program makan bergizi gratis ini bukan hanya program yang terpaksa dan dipaksakan dengan menggunakan anggaran negara yang sangat besar, tapi ekosistem rantai pasokannya masih lemah bahkan kegagalan dimana-mana seperti di SDN Dukuh 03 Sukoharjo, Jawa tengah makanan yang di berikan berbau basi sehingga 40 siswa keracunan, begitu pun di SD. Santo Yoseph Noelbaki Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) berbau busuk dan basi.
Penulis: Rizal Syarifuddin – Dosen Fakuktas Teknik Universitas Islam Makassar, Kandidat Doktor Rekayasa Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia