HARIANSULSEL.COM, Jakarta – Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafii menegaskan bahwa semangat kolaborasi dan penguatan persatuan sebagaimana yang diamanatkan Presiden tidak boleh dikorbankan oleh konflik internal lembaga keagamaan.
Hal tersebut disampaikannya saat memimpin rapat di Kantor Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Kristen, Jakarta. Hadir, Direktur Jenderal Bimas Kristen Jeane Marie Tulung, jajaran pejabat struktural, serta dr. Benny Paulus Octavianus, anak dari pendiri Yayasan Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII).
Rapat ini membahas konflik dualisme yang terjadi dalam tubuh Gereja Misi Injili Indonesia (GMII). “Apapun yang kemudian bisa mereduksi kolaborasi, kerja sama dan persatuan itu, sekecil apa pun, menjadi persoalan buat kita yang tidak boleh kita biarkan. Harus segera kita selesaikan,” ujar Romo Syafii, Selasa (20/5/2025).
Romo Syafii menegaskan bahwa GMII yang terdaftar secara resmi di Kementerian Agama merupakan entitas yang sah secara hukum. Romo menyebut bahwa kelompok yang memisahkan diri dan tetap menggunakan nama GMII seharusnya segera mengurus legalitas nama baru untuk menghindari konflik hukum dan administratif.
“Konflik ini harus diselesaikan, pihak tersebut dipanggil bahwa kita sudah mengkaji, baik secara historis maupun secara legal, bahwa GPI adalah GMII. Jadi pihak yang memecahkan diri tidak dihalangi untuk berikan pelayanan, tapi sekiranya urus nama yang baru, karena kalau tidak urus nama yang baru, akan dikeluarkan dari daftar Kementerian Agama,” tegasnya.
Dr. Benny dalam paparannya menjelaskan bahwa GMII lahir pada awal 1980-an sebagai perwujudan dari syarat Kemenag agar setiap yayasan pelayanan memiliki organisasi sinode gereja. GMII, lanjutnya, merupakan kelanjutan dari kerja pelayanan ayahnya yang telah membangun sekolah, rumah sakit, dan pos-pos pelayanan di 22 provinsi.
“GMII yang saya pimpin tetap menjalankan pelayanan lintas denominasi di berbagai daerah. Namun dalam praktiknya, sejumlah oknum dari kelompok yang memisahkan diri tidak hanya menggunakan nama GMII, tetapi juga melakukan pembatasan terhadap aktivitas ibadah, termasuk di lahan yang merupakan milik yayasan,” ungkapnya.
Dirjen Bimas Kristen Jeane Marie Tulung menyampaikan bahwa ia mengenal kegiatan pelayanan GMII sejak masa kecilnya dan meyakini bahwa GMII memiliki kontribusi penting dalam penguatan iman umat Kristen di Indonesia. “Kami menyatakan komitmennya untuk menuntaskan persoalan ini secara adil dan proporsional,” kata Dirjen Bimas Kristen, Jeane Marie Tulung.
Dalam forum tersebut, Kemenag juga mencermati bahwa SK Dirjen Bimas Kristen tentang pengakuan GMII masih berlaku dan belum pernah dicabut. Dengan dasar ini, GMII yang sah tetap diakui oleh negara, dan pihak lain yang memisahkan diri tidak berhak memakai nama maupun logo yang sama tanpa persetujuan hukum. (rls/and)