HARIANSULSEL.COM, Makassar — 26 Juli 2025. Penulis dan peneliti kebudayaan keagamaan, Pepi Al-Bayqunie, resmi meluncurkan novel terbarunya berjudul Tahajud Sang Aktivis. Novel ini merupakan edisi re-born yang menggambarkan benturan tajam antara dunia tradisi keagamaan dan dunia aktivisme modern, lewat kisah seorang pemuda bernama Zaki.
Zaki dibesarkan oleh kakeknya, seorang ulama besar, dalam lingkungan yang ketat dan konservatif. Ia diproyeksikan menjadi penerus trah ulama dalam keluarga. Namun kehidupan justru membawanya ke arah berbeda. Zaki memilih menjadi aktivis dan masuk dalam pusaran isu-isu sosial dan kemanusiaan. Keputusan tersebut membuatnya berselisih dengan sang kakek hingga akhirnya terusir dari rumah.
Namun takdir berkata lain. Ketika kakeknya wafat, Zaki kembali ke rumah dan menerima wasiat penting: memimpin tarekat warisan keluarga. Ia tidak punya pilihan selain menerimanya. Sebagai syarat awal, ia diminta oleh Kyai Saleh—seorang tokoh kharismatik dalam tarekat—untuk menjalani tahajud selama 40 malam berturut-turut demi menemukan mursyid sejati yang akan membimbing perjalanan spiritualnya.
Dengan ketebalan 320 halaman, Tahajud Sang Aktivis memadukan tema-tema religius, spiritual, dan sosial-politik. Novel ini menjadi ruang dialektika antara dunia fiqih dan dunia aktivisme, antara warisan dan kebebasan, antara keimanan dan gerakan sosial.
Pepi Al-Bayqunie lahir di Cappasolo, sebuah dusun kecil di Malangke, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, pada 10 Februari 1977. Bernama asli Saprillah, ia dikenal aktif di dunia tulis-menulis sejak remaja. Ia menempuh pendidikan di MANPK Ujungpandang (1995), IAIN Alauddin Makassar (Fakultas Tarbiyah, 1999), S2 Antropologi di Unhas (2006), dan menyelesaikan pendidikan doktoralnya di UIN Alauddin Makassar (2021). Saat ini, ia bekerja di Balitbang Agama Makassar sebagai Kepala Balai dan aktif menulis artikel keagamaan dan budaya di berbagai media, termasuk platform blog Substack.
Beberapa karya terdahulunya antara lain: Kasidah Maribeth (2013), Jejak: Cinta Tidak Salah Mengenali Tuannya (2014), Calabai: Perempuan dalam Tubuh Lelaki (2016), Kyai Saleh: Surga yang Tak Merindukannya (2018), dan Kyai Saleh 2: Dia yang Tak Tersandera Huruf (2022).
Novel Tahajud Sang Aktivis diharapkan memperluas khazanah sastra keagamaan Indonesia dengan pendekatan yang lebih segar, reflektif, dan menyentuh persoalan-persoalan spiritual kontemporer. (and/hs)