PPP, Booster Umat dan Harapan Kepemimpinan Baru

HARIANSULSEL.COM, Makassar – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bukanlah partai biasa. Ia lahir dari rahim sejarah panjang umat Islam Indonesia. Di sana ada Nahdlatul Ulama dengan kekuatan pesantrennya, ada Perti dengan tradisi ilmunya, ada Parmusi dengan militansi dakwahnya, dan ada PSII dengan jejak pergerakan yang heroik. Semua energi itu melebur dalam satu simbol: Ka’bah. Simbol persatuan, simbol arah, simbol kiblat perjuangan.

Namun, apa yang kita saksikan hari ini? PPP berjalan terseok-seok, seakan lupa pada akar sejarahnya. Padahal, booster utamanya masih ada: doa para kiai NU, ketulusan alim Perti, militansi kader Parmusi, dan semangat perlawanan PSII. Semua itu masih hidup, masih berdenyut dalam nadi umat. Yang hilang hanyalah keberanian untuk menghidupkannya kembali.

PPP tidak boleh lagi menjadi partai yang sibuk dengan dirinya sendiri. Konflik internal, perebutan kursi, politik transaksional—semua itu telah membuat umat menjauh. Padahal, PPP lahir untuk menjadi rumah. Rumah politik umat Islam yang ramah, terbuka, dan mampu menyuarakan harapan rakyat kecil.

Kita merindukan pemimpin PPP ke depan yang bukan sekadar politisi, melainkan penuntun. Pemimpin yang tahu bagaimana menghormati warisan sejarah, tapi juga berani membaca zaman. Pemimpin yang bisa berbicara di hadapan para kiai dengan penuh adab, namun juga diterima anak muda di dunia digital. Pemimpin yang tegas di parlemen, tapi rendah hati di tengah rakyat.

Sejarah telah membuktikan: setiap kali PPP kehilangan arah, doa para ulama selalu menjadi penerang. Doa KH. Maemoen Zubair masih bergetar di langit-langit politik kita, seakan berpesan: “PPP jangan tinggalkan umat, jangan tinggalkan perjuangan.” Radiasi doa itu bukan sekadar kenangan, melainkan energi yang harus dihidupkan.

Pemilu 2029 adalah ujian terakhir: apakah PPP benar-benar bangkit atau tenggelam dalam sejarah? Apakah PPP kembali ke Senayan sebagai suara umat, atau hanya tinggal nama di buku politik Indonesia?

Kebangkitan itu ada di tangan kepemimpinan baru. Kepemimpinan yang mampu menyatukan NU, Perti, Parmusi, dan PSII bukan sekadar dalam slogan, tetapi dalam gerak nyata. Kepemimpinan yang menjadikan PPP sebagai partai umat—bukan partai elitis.

PPP punya sejarah. PPP punya doa. PPP punya booster besar yang tak dimiliki partai lain. Tinggal satu yang ditunggu: keberanian untuk bertaubat, bangkit, dan menjemput takdir baru.

Penulis: Rizal Syarifuddin – Ketua Bappilu PPP Sulsel Periode 2015-2020

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *