HARIANSULSEL.COM – Jamaah NU di Sulawesi Selatan pada awalnya, bernaung di bawah Rabithatul Ulama (RU), didirikan pada 8 April 1950 atas prakarsa K.H Ahmad Bone, K.H Muhammad Ramli, K.H. Jamaluddin Assegaf Puang Ramma, A. Mappayukki, K. H. Saifuddin, Mansyur Daeng Limpo.
Kepengurusan awal RA dipimpin oleh K.H. Ahamd Bone sebagai ketua, K.H. Muhammad Ramli sebagai wakilnya. Sekretaris dijabat oleh K.H Saifuddin, Qadhi Polewali, wakil sekretaris adalah K.H Jamaluddin Assegaf Puang Ramma sebagai Qadhi Gowa saat itu, dan H. Mansyur Daeng Limpo, mengetuai Bidang Pendidikan dan Dakwah, serta beberapa ulama lainnya yang menjadi pengurus harian.
Pengurus RU kemudian menfasilitasi terbentuknya Partai Nahdlatul Ulama di Sulawesi Selatan pada tahun 1952 atas permintaan K.H Wahid Hasyim (waktu itu sebagai Menteri Agama dan Ketua PBNU). Semua pengurus dan anggota Rabithatul Ulama bergabung ke NU dalam menegakkan Islam Ahlussunnah Waljamaah di tanah Bugis-Makassar.
Setelah ulama-ulama yang disebutkan tadi bergabung di NU, maka dengan sendirinya Rabithatul Ulama dinyatakan bubar, dan dibentuklah pengurus baru NU Sulawesi Selatan dengan struktur yang sama dengan Rabithatul Ulama yang disebutkan tadi. Dalam kepengurusan NU tersebut, Puang Ramma sebagai wakil sekertaris dan diberi tugas khusus di Kabupaten Gowa untuk memberikan masukan kepada pemerintah mengenai masalah-masalah keagamaan yang muncul di tengah masyarakat.
Berkat kekuataan massa yang dimiliki, Partai NU sebagai kunci kemenangan di Sulawesi Selatan pada Pemilu tahun 1955, sekaligus memberi kontribusi sekitar 12 persen bagi keseluruhan suara NU di tingkat nasional.
Puang Ramma dan K.H. Muhammad Ramli, terpilih mewakili NU di dewan Konstituante (1956-1959) di Bandung. Saat menjalankan tugas sebagai anggota dewan, K.H. Muhammad Ramli wafat pada 3 Februari 1958, dan dimakamkan di Pemakaman Arab, Bontoala, Makassar. Sepeninggal ulama NU ini, Puang Ramma tetap di dewan dan menjalankan tugas sampai akhir periode.
Selanjutnya Puang Ramma mewakili NU di DPRD Sulawesi Selatan, dan sejak Muktamar NU ke-27 Situbondo, yang menetapkan bahwa NU kembali ke khittah 1926, Puang Ramma, tidak lagi menjadi anggota dewan, namun tetap konsen pada pengkhidmatannya terhadap NU, sampai akhirnya Puang Ramma dipercaya sebagai salah seorang Rais Syuriah PWNU Sulawesi Selatan tahun 1977-1982, dan sebagai mustasyar di PWNU Sulawesi Selatan sampai akhir hayatnya. (And)
Penulis: Mahmud Suyuti, Katib Awwal Jam’iyah Khalwatiyah