HARIANSULSEL.COM, Makassar – Dalam berorganisasi sering dihadapkan pada berbagai situasi dan dinamika kepemimpinan yang berubah. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia tidak lepas dari hal ini. NU bukan hanya sebuah organisasi, tetapi juga sebuah rumah besar bagi jutaan umat Islam di Indonesia yang memegang teguh Aswaja, prinsip-prinsip moderasi, toleransi, dan kemaslahatan umat. Sebagai organisasi yang kokoh, NU seharusnya menjadi tujuan pengabdian, bukan sosok individu atau tokoh-tokoh tertentu di dalamnya.
Mengapa Mengabdi Pada NU Bukan Pada Orang Per Orang
Mengabdi pada NU berarti mengabdikan diri pada nilai-nilai, cita-cita, dan tujuan besar organisasi ini, bukan pada sosok individu yang ada di dalamnya. Hal ini penting karena NU adalah organisasi yang bergerak untuk kepentingan umat secara luas, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Setiap individu dalam NU memiliki peran masing-masing, tetapi pengabdian pada NU berarti berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang diusung oleh organisasi, bukan mengikuti kehendak atau pengaruh orang per orang.
Dinamika kepemimpinan NU telah silih berganti. NU tetap berdiri tegak karena pengabdian pada NU adalah pengabdian pada organisasi dan prinsip yang diperjuangkan. Jika pengabdian diarahkan pada sosok individu, maka NU akan rentan terpecah dan kehilangan arah setiap kali terjadi pergantian kepemimpinan atau perbedaan pandangan.
Pengabdian yang Berlandaskan Prinsip, Bukan Pribadi
NU berdiri di atas landasan prinsip yang kuat, yaitu Ahlussunnah wal Jamaah, yang mengajarkan moderasi, keseimbangan, dan toleransi. Prinsip ini menjadi pedoman berpikir, bersikap, dan bertindak bagi semua warga NU dalam menjalankan kegiatan organisasi maupun berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Mengabdi pada NU berarti menjadikan prinsip-prinsip ini sebagai panduan, bukan mengikuti pandangan pribadi tokoh tertentu, yang bisa saja berubah seiring waktu.
NU memiliki tujuan besar untuk membangun umat, meningkatkan kesejahteraan, serta memperjuangkan keadilan sosial dan kemaslahatan bersama. Semua tujuan ini berakar pada prinsip Islam yang ramah dan inklusif, yang menghargai perbedaan serta menjunjung tinggi kebinekaan. Maka, ketika mengabdi pada NU, seharusnya pengabdian tertuju pada upaya mewujudkan cita-cita besar ini, bukan pada kepentingan atau pandangan pribadi tertentu.
Seorang tokoh dalam NU mungkin memiliki gagasan atau visi yang inspiratif, tetapi ia hanyalah satu bagian dari organisasi yang lebih besar. Meskipun menghormati para pemimpin dan tokoh dalam NU adalah wujud ketaatan, namun penting menyadari bahwa organisasi ini bergerak dan berkembang karena nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua warga NU , bukan karena peran individu tertentu saja.
Tantangan dan Godaan Mengabdi pada Individu
Pada kenyataannya, pengabdian pada individu bisa jadi lebih mudah dan terasa lebih konkret. Ketika mengagumi sosok seorang tokoh, kadang terasa lebih tergerak untuk mendukung apa pun yang dilakukannya. Namun, pengabdian yang terpusat pada individu memiliki risiko besar. Ketika sosok yang diikuti melakukan kesalahan atau menyimpang dari prinsip organisasi, maka warga bisa ikut terseret ke dalam konflik atau perpecahan.
Dalam konteks organisasi seperti NU, godaan untuk mengabdi pada individu kerap kali muncul karena karisma atau popularitas tokoh tertentu. Sosok yang kharismatik sering kali menarik perhatian dan dukungan yang besar, bahkan sampai pada titik cenderung mengabaikan prinsip organisasi demi mendukung sang tokoh. Hal ini bisa membahayakan NU jika pengabdian warga lebih banyak terarah pada individu ketimbang pada organisasi itu sendiri.
Jika warga NU hanya fokus pada sosok tertentu, perbedaan pandangan ini bisa saja menyebabkan perpecahan. Padahal, NU sebagai organisasi besar memiliki kemampuan untuk menyatukan berbagai pemikiran dan pendekatan yang berbeda dalam kerangka kebersamaan. Mengabdi pada organisasi berarti mendukung semangat kebersamaan ini, bukan justru memicu konflik karena mengikuti individu tertentu.
Mengabdi Pada NU Berarti Berkomitmen Pada Perjuangan Bersama
Mengabdi pada NU adalah bentuk komitmen terhadap perjuangan kolektif yang melibatkan seluruh warga NU, dari pemimpin hingga warga di akar rumput. Ini adalah komitmen yang mengharuskan untuk melihat NU sebagai sebuah wadah perjuangan bersama. Setiap individu warga berperan dalam mewujudkan tujuan-tujuan besar yang telah dirumuskan oleh para pendiri NU.
NU mengajarkan bahwa perjuangan tidak mengenal nama pribadi atau jabatan tertentu. Semangat pengabdian dalam NU adalah semangat yang tulus dan ikhlas, yang didedikasikan untuk kemajuan umat, bukan untuk kepentingan pribadi. Dalam konteks ini, semua warga NU adalah bagian dari perjuangan besar NU. Setiap warga memiliki hak dan peran untuk mengabdi.
Membangun Kader: Mengabdi pada Nilai, Bukan Pada Sosok
Salah satu tantangan dalam organisasi besar seperti NU adalah memastikan kaderisasi yang berorientasi pada nilai-nilai organisasi. NU perlu membangun kader yang mampu berdiri teguh pada prinsip Ahlussunnah wal Jamaah, bukan pada kesetiaan sempit kepada tokoh tertentu. Kader yang dibina dengan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai NU akan memiliki kemampuan untuk menjaga organisasi ini tetap kuat, bahkan di tengah perbedaan pendapat atau perubahan kepemimpinan.
Dalam proses kaderisasi ini, NU perlu terus mengajarkan bahwa yang dibela dan diperjuangkan bukanlah tokoh, melainkan nilai dan prinsip yang menjadi landasan organisasi. NU yang kuat adalah NU yang memiliki kader yang berdedikasi pada organisasi, yang siap mengemban amanah besar untuk kemaslahatan umat, tanpa tergantung pada siapa yang memimpin. Dengan begitu, NU akan tetap kokoh berdiri di atas pondasi yang kuat, tak tergoyahkan oleh dinamika politik atau perubahan kepemimpinan.
Menghormati Tokoh, Mengabdi pada Organisasi
Meskipun pengabdian kita pada NU, bukan berarti kita tidak menghormati tokoh atau pemimpin yang ada di dalamnya. Para tokoh NU telah berjasa besar dalam membangun organisasi ini, serta memberikan inspirasi dan teladan bagi banyak orang. Menghormati tokoh adalah bagian dari penghargaan kita pada perjuangan dan pengorbanan mereka, tetapi kita harus tetap menyadari bahwa tujuan pengabdian kita adalah pada organisasi NU itu sendiri.
Pengabdian yang Ikhlas untuk NU
Mengabdi pada NU berarti mengabdi pada prinsip, nilai, dan cita-cita yang diusung oleh organisasi ini. NU adalah rumah besar yang tidak akan runtuh hanya karena perubahan kepemimpinan atau perbedaan pandangan. Sebaliknya, NU akan semakin kokoh jika warga NU memiliki komitmen untuk mengabdi pada organisasi, bukan pada individu.
Dengan mengabdi pada NU, akan memperkuat organisasi ini sebagai kekuatan sosial-keagamaan yang mampu memberikan solusi atas berbagai persoalan umat. NU yang kuat adalah NU yang berdiri di atas pengabdian kolektif yang ikhlas, yang menjadikan nilai-nilai Islam yang moderat, toleran, dan rahmatan lil alamin sebagai pedoman. Pada akhirnya, NU bukanlah milik individu atau tokoh tertentu, tetapi milik seluruh umat yang ingin melihat Islam dan Indonesia tumbuh bersama dalam damai dan sejahtera.
Pengabdian pada NU adalah pengabdian untuk kebaikan bersama. Bukan demi sosok, tetapi demi organisasi dan prinsip besar yang diemban yakni ajaran Aswaja, Islam rahmat seluruh alam semesta.