Bahaya Dibalik Penggunaan Pewarna Terlarang pada Takjil

HARIANSULSEL.COM, Makassar – Pemberiataan terkait kasus penggunaan pewarna dan pengawet yang tidak diizinkan terhadap makanan penganan berbuka puasa (takjil) dan ditemukannya beberapa bahan pangan kadaluarsa di pasar tradisional di beberapa daerah, nampaknya bukan hanya terjadi di saat Bulan Suci Ramadhan saja, tetapi pemberitaan kasus-kasus menyedihkan tentang pencemaran makanan dengan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang berbahaya, di berbagai media cetak maupun elektronik seakan tak henti-hentinya muncul sepanjang tahun. Patut menjadi perhatian, bahwa bahaya terhadap kesehatan akibat pencemaran makanan sering tidak disadari oleh konsumen mengingat efek bahan berbahaya pada makanan umumnya tidak langsung dirasakan, melainkan baru dirasakan setelah bertahun-tahun lamanya. Posisi konsumen yang lemah membuat konsumen tidak bisa berbuat banyak untuk menuntut pihak yang seharusnya bertanggung jawab terhadap pencemaran pada bahan makanan yang di konsumsi, terutama di saat berpuasa.
Bahan Tambahan Pangan
Berbeda dengan racun, BTP adalah bahan yang bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Penggunaan BTP itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Peraturan Menteri Kesehatan No.772/Menkes/Per/IX/1988 tentang BTP, menjelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan.
Sedangkan tujuan penggunaan BTP adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Secara umum BTP dapat dibagi menjadi dua golongan besar. Pertama, BTP yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras. Kedua, BTP yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan.
Sangat disayangkan, banyak sekali bahan kimia berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan atau merupakan BTP yang justru ditambahkan ke dalam makanan. Kasus penggunaan rhodamin B dan methanyl yellow sebagai pewarna pada takjil yang ditemukan di beberapa daerah selama dalam bulan ramadhan ini, merupakan salah satu contoh kasus dari sekian kasus penggunaan BTP berbahaya yang dilakukan oleh pengusaha atau pedagang makanan dan minuman yang sampai saat ini belum terselesaikan.
Mengapa hal ini terjadi? Banyak hal yang ingin dicapai, diantaranya pedagang ingin makanannya menjadi menarik dan mencolok, sementara ia tidak mempunyai pengetahuan mengenai penggunaan pewarna yang benar. Selain itu, mungkin saja mereka mengetahuinya bahwa pewarna rhodamin B dan methanyl yellow berbahaya untuk ditambahkan ke dalam makanan, tetapi tetap saja dilakukan mengingat harganya yang sangat murah. Di samping itu juga disebabkan oleh ketidaktahuan konsumen terhadap berbagai jenis bahan berbahaya yang ada. Terlebih lagi konsumen tidak bisa membedakan ciri-ciri makanan yang mengandung bahan berbahaya.
Seputar Pewarna Pangan
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologisnya. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai produk jajan yang dijajakan di pasar-pasar tradisional, serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil atau industri rumah tangga, meskipun pewarna buatan juga ditemukan pada berbagai jenis makanan yang dibuat oleh industri besar.
Penggunaan pewarna sebenarnya sah-sah saja selama dalam jumlah terbatas. Namun demikian, apabila pewarna yang digunakan adalah pewarna nonpangan, misalnya pewarna tekstil ataupun pewarna makanan, tetapi dalam jumlah yang berlebihan, tentulah akan membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa pewarna sintetis yang dilarang telah banyak digunakan di Indonesia. Dari berbagai jenis pewarna tekstil yang disalahgunakan sebagai pewarna makanan, dan minuman yang paling banyak digunakan adalah rhodamin B (untuk warna merah) dan methanyl yellow (untuk warna kuning). Padahal keduanya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang mungkin baru muncul bertahun-tahun setelah kita mengonsumsinya. Tidak ada salahnya kita sedikit mengenal kedua jenis pewarna tersebut.
Penggunaan rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama (kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Bila rhodamin B tersebut masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah ataupun merah mudah. Jangankan lewat makanan, menghirup rhodamin B saja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula methanyl yellow, umumnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat, serta sebagai indicator reaksi netralisasi asam-basa. Methanyl yellow adalah senyawa kimia azo aromatik amin yang dapat menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan kulit.
Dampak Pewarna Sintetis
Kita hendaknya berhati-hati dalam mengonsumsi makanan. Tidak semua pewarna sintetis baik untuk kesehatan. Hasil penelitian di sejumlah sekolah di New York Amarika Serikat menunjukkan bahwa makanan katering sekolah yang banyak mengandung BTP akan mengakibatkan penurunan prestasi akademik anak di sekolah dan mengakibatkan hiperaktivitas pada anak, asma dan eksim.
Untuk itu, tindakan selektif dalam memilih makanan dengan mengenal berbagai pewarna yang mungkin ditambahkan oleh produsen sangat kita perlukan. Yang tidak boleh kita lupakan, adalah dampingi buah hati kita saat membeli makanan karena jajanan anak-anak seringkali mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan, termasuk pewarna sintetis berbahaya. Karena tabiat anak-anak sangat menyukai jajanan dengan warna yang menarik dan aroma yang menyengat, terlebih bila itu diiklankan di televisi yang mereka tonton setiap hari. Sayangnya, mereka tidak tahu bahwa konsumsi jajanan yang mengandung BTP secara berlebihan, sekalipun diizinkan penggunaannya akan berakibat buruk bagi kesehatan mereka.
Namun, bila kita terpaksa harus mengizinkan mereka membeli jajanan karena tidak sempat memberikan bekal makanan dan minuman, maka ajarilah mereka memilih makanan yang benar mulai dari membaca label, memilih merek yang terpercaya, dan membaca tanggal kadaluarsanya. Walau demikian, pembatasan yang ketat terhadap uang saku mereka tetap sangat dibutuhkan agar mereka tidak terlalu banyak mengonsumsi jajanan anak-anak yang mengandung BTP, mengingat terkadang pabrik pembuat makanan dalam mencantumkan label pun tidak sesuai isinya, misalnya tidak disebutkan mengandung MSG ataupun pewarna buatan, tetapi nyatanya mengandung MSG ataupun pewarna buatan. (and)
Penulis: Dr. Syamsul Rahman, S.TP, M.Si – Dosen Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *