Transformasi Pendidikan Islam dari Tradisional ke Modern

HARIANSULSEL.COM, Makassar – Perjalanan pendidikan Islam di Indonesia mengalami transformasi penting dari sistem tradisional berbasis pesantren menuju sistem yang lebih modern dan formal. Perubahan ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui proses panjang yang dipengaruhi oleh dinamika sosial, politik, dan intelektual baik di tingkat lokal maupun global. Modernisasi pendidikan Islam menjadi keniscayaan untuk menjawab tantangan zaman dan kebutuhan umat.

Lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren, surau, dan dayah pada awalnya menekankan metode pembelajaran klasik dengan orientasi pada teks-teks kitab kuning (turāts). Kurikulumnya bersifat fleksibel dan tidak terstandar secara nasional. Namun, sistem ini memiliki keunggulan dalam hal ketokohan kiai, kedalaman spiritualitas, dan kedekatan emosional antara guru dan murid yang kuat. Nilai-nilai ini menjadi modal utama dalam pengembangan pendidikan ke depan.

Memasuki abad ke-20, muncul kesadaran di kalangan ulama dan cendekiawan Muslim untuk melakukan pembaruan (tajdīd) dalam pendidikan. Para tokoh seperti KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, dan KH Imam Zarkasyi mempelopori lahirnya lembaga pendidikan Islam yang menggabungkan kurikulum agama dan umum. Gerakan ini kemudian melahirkan sekolah-sekolah Islam modern dan pesantren-pesantren reformis.

Pendidikan Islam modern berupaya menjembatani kesenjangan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini terlihat dari munculnya madrasah yang mengadopsi sistem kelas, ujian, dan kurikulum terstruktur sebagaimana pendidikan umum. Pemerintah kolonial Belanda bahkan pada awal abad ke-20 mulai mengakui dan mendukung terbatas madrasah dan sekolah Islam yang telah bertransformasi.

Transformasi ini semakin pesat setelah kemerdekaan Indonesia. Pemerintah melalui Departemen Agama (kini Kementerian Agama) secara sistematis membina, mengembangkan, dan menstandarisasi madrasah. Lahirnya UU No. 2 Tahun 1989 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan landasan hukum yang kuat bagi pendidikan Islam untuk sejajar dengan pendidikan umum.

Selain madrasah, transformasi juga terlihat dalam evolusi perguruan tinggi Islam. Lembaga seperti IAIN (Institut Agama Islam Negeri) yang awalnya fokus pada studi-studi keislaman klasik mulai melakukan integrasi keilmuan dengan pendekatan interdisipliner. Transformasi IAIN menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) merupakan puncak dari proses ini, yang membuka peluang pengembangan program studi umum berbasis nilai-nilai Islam.

Namun, proses transformasi ini juga memunculkan tantangan tersendiri. Banyak pihak menilai bahwa modernisasi pendidikan Islam berisiko mengikis spiritualitas dan kedalaman tradisi ilmiah klasik. Di sisi lain, belum semua lembaga pendidikan Islam mampu bersaing dalam mutu dan inovasi dengan lembaga pendidikan umum yang telah mapan dan didukung penuh oleh negara maupun swasta.

Transformasi pendidikan Islam juga menuntut adanya pembaruan dalam metode pembelajaran. Pendekatan tradisional yang berbasis hafalan dan indoktrinasi mulai dikritik dan digantikan oleh pendekatan yang lebih partisipatif, kontekstual, dan berbasis pada problematika kehidupan nyata. Penggunaan teknologi pendidikan, e-learning, dan media digital mulai diadopsi oleh sebagian pesantren dan madrasah sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan zaman.

Dalam konteks ini, peran guru dan tenaga pendidik menjadi sangat strategis. Guru tidak lagi cukup sebagai penyampai ilmu, tetapi juga fasilitator, motivator, dan pendamping proses belajar. Peningkatan kompetensi guru menjadi kebutuhan mendesak, tidak hanya dalam aspek pedagogik, tetapi juga penguasaan teknologi, manajemen kelas, dan pemahaman sosial-kultural.

Transformasi pendidikan Islam juga menuntut pembaruan visi dan orientasi kelembagaan. Pendidikan Islam harus diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya saleh secara ritual, tetapi juga produktif, kritis, dan mampu memberi kontribusi nyata dalam pembangunan bangsa. Dengan demikian, pendidikan Islam akan memiliki posisi strategis dalam membentuk peradaban yang adil, beradab, dan bermartabat.

Secara keseluruhan, transformasi pendidikan Islam dari tradisional ke modern merupakan proses historis yang harus terus dikawal secara kritis dan konstruktif. Proses ini bukan berarti meninggalkan warisan lama, melainkan melakukan sintesis antara nilai-nilai klasik yang luhur dengan semangat kemajuan zaman. Arah baru diskursus pendidikan Islam harus mampu meletakkan pijakan pada dua kutub ini secara seimbang.

Transformasi ini juga harus dikawal dengan prinsip bahwa pendidikan Islam adalah bagian integral dari pembangunan nasional dan peradaban global. Oleh karena itu, arah baru pendidikan Islam bukan sekadar integrasi formal dalam sistem pendidikan nasional, tetapi pembaruan paradigma untuk menjawab tantangan umat dan bangsa dalam era perubahan yang begitu cepat dan kompleks.

Penulis: Zaenuddin Endy – Founder Komunitas Pendidikan Islam Nusantara (KOPINU)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *