HARIANSULSEL.COM, Makassar – Sejak didirikan pada tahun 1926, Nahdlatul Ulama (NU) telah menjadi salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang mengakar kuat pada prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Sebagai organisasi besar, NU tidak hanya bergerak di bidang keagamaan, tetapi juga dalam berbagai aspek sosial, pendidikan, dan kebangsaan. Di tengah kompleksitas tersebut, NU memiliki sebuah pedoman dasar yang menjadi landasan bagi seluruh kegiatannya, yaitu Qonun Asasi.
Qonun Asasi, yang dalam bahasa Arab berarti “Undang-Undang Dasar,” adalah dokumen penting yang dirumuskan oleh para pendiri NU, terutama Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Dokumen ini bukan hanya sekadar aturan, tetapi juga merupakan panduan filosofis, ideologis, dan praktis dalam menjalankan roda organisasi dan kehidupan ber-NU.
Qonun Asasi pertama kali dirumuskan pada saat NU didirikan sebagai upaya untuk memberikan landasan hukum dan filosofi bagi organisasi ini. Dalam konteks waktu itu, NU lahir di tengah tantangan modernisasi, kolonialisme, dan berbagai gerakan keislaman yang memiliki pendekatan berbeda.
KH. Hasyim Asy’ari dan para pendiri NU menyadari bahwa NU memerlukan pedoman yang jelas agar mampu menjalankan misinya tanpa kehilangan identitas keislaman yang moderat. Oleh karena itu, Qonun Asasi disusun untuk memberikan arah yang tegas bagi organisasi, sekaligus menjaga prinsip-prinsip Aswaja dalam menghadapi perubahan zaman.
Qonun Asasi berisi sejumlah prinsip yang menjadi pedoman dasar dalam kehidupan berorganisasi di NU.
Salah satu poin utama dalam Qonun Asasi adalah tujuan didirikannya NU, yaitu untuk menegakkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah berdasarkan salah satu dari empat madzhab: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Hal ini menegaskan bahwa NU berkomitmen untuk menjaga tradisi keislaman yang moderat dan sesuai dengan konteks lokal masyarakat Indonesia.
Qonun Asasi menekankan pentingnya ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan Islam) dan ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan kebangsaan). NU didirikan bukan hanya untuk kepentingan umat Islam, tetapi juga untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Prinsip ini tercermin dalam sikap NU yang selalu menempatkan Pancasila dan NKRI sebagai bagian dari perjuangan keislaman.
Dalam menjalankan organisasi, Qonun Asasi menegaskan bahwa keputusan-keputusan penting harus diambil melalui musyawarah. Prinsip ini memastikan bahwa NU selalu bersifat inklusif dan demokratis dalam mengambil kebijakan.
Qonun Asasi juga mengatur tiga dimensi utama kehidupan ber-NU, yakni amaliah: Praktik keagamaan berdasarkan tradisi Aswaja. Fikrah: Pemikiran yang moderat, rasional, dan inklusif. Harakah: Gerakan sosial yang berorientasi pada kemaslahatan umat.
Qonun Asasi menekankan pentingnya toleransi terhadap perbedaan, baik dalam internal umat Islam maupun dengan umat agama lain. Moderasi atau tawassuth menjadi prinsip utama NU dalam menghadapi isu-isu keagamaan dan sosial.
Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, Qonun Asasi tetap relevan sebagai pedoman dasar bagi NU.
Di era globalisasi, identitas keislaman sering kali tergerus oleh pengaruh ideologi transnasional yang tidak sesuai dengan karakter Islam di Indonesia. Qonun Asasi, dengan komitmennya pada Aswaja, memberikan landasan yang kokoh bagi NU untuk menjaga tradisi keislaman yang moderat dan kontekstual.
Prinsip ukhuwwah wathaniyyah dalam Qonun Asasi menjadi pengingat bahwa NU tidak hanya berjuang untuk kepentingan umat Islam, tetapi juga untuk menjaga keutuhan bangsa. Dalam konteks modern, prinsip ini relevan dalam merespons isu-isu seperti intoleransi, radikalisme, dan polarisasi politik.
Qonun Asasi mengajarkan bahwa kepemimpinan harus bersifat inklusif dan berbasis musyawarah. Nilai ini sangat penting di era demokrasi modern, di mana partisipasi semua elemen masyarakat harus dihargai.
NU sering kali dihadapkan pada berbagai isu kontemporer, seperti lingkungan hidup, ekonomi digital, hingga transformasi sosial. Dengan landasan Qonun Asasi, NU dapat merespons isu-isu ini tanpa kehilangan akar tradisi dan prinsip keislaman.
Qonun Asasi tidak hanya menjadi pedoman bagi kegiatan organisasi, tetapi juga sebagai penjaga keutuhan NU di tengah dinamika internal maupun eksternal. NU yang besar dan memiliki jutaan anggota tentu menghadapi tantangan dalam menjaga kesatuan. Dengan merujuk pada Qonun Asasi, NU memiliki kompas moral dan ideologis yang mampu menjaga stabilitas organisasi.
Dalam menghadapi perbedaan pandangan di kalangan internal, Qonun Asasi mengajarkan pentingnya musyawarah sebagai cara untuk menyelesaikan konflik. Hal ini menjadikan NU tetap solid sebagai organisasi, meskipun memiliki anggota dengan latar belakang yang sangat beragam.
Qonun Asasi adalah dokumen yang tidak hanya berisi aturan, tetapi juga nilai-nilai luhur yang menjadi pedoman dasar bagi Nahdlatul Ulama. Sejak awal pendiriannya, Qonun Asasi telah menjadi pijakan bagi NU dalam menjalankan misi keagamaannya, sekaligus menjawab tantangan sosial, politik, dan budaya di Indonesia.
Sebagaimana disampaikan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, NU adalah organisasi yang harus menjadi rahmat bagi semua, baik umat Islam maupun masyarakat secara umum. Dengan berpegang pada Qonun Asasi, NU dapat terus menjadi pelopor dalam menciptakan masyarakat yang berkeadilan, toleran, dan bermartabat.
Sebagai warga NU, memahami dan menghidupkan Qonun Asasi adalah tanggung jawab bersama. Melalui pedoman ini, kita dapat memastikan bahwa NU tetap menjadi organisasi yang relevan, kokoh, dan penuh berkah, tidak hanya untuk masa kini, tetapi juga untuk generasi mendatang. Qonun Asasi adalah warisan yang harus dirawat dan dijadikan pegangan, agar NU terus menjadi “jam’iyyah yang diberkahi,” seperti yang dicita-citakan oleh para pendirinya.
Penulis: Zaenuddin Endy – Koordinator Penggerak NU Sulsel