HARIANSULSEL.COM, Makassar – Gus Dur, atau KH Abdurrahman Wahid, adalah tokoh yang dikenal karena pemikiran dan tindakannya yang sering kali menantang arus, namun selalu berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan. Dalam berbagai kesempatan, Gus Dur kerap menyampaikan pesan yang menjadi landasan filosofis bagi kehidupannya: “Agama jangan jauh dari kemanusiaan.” Bagi Gus Dur, agama bukan hanya tentang aturan-aturan ritual atau tata cara ibadah, tetapi tentang bagaimana agama hadir untuk menebarkan cinta, keadilan, dan penghargaan terhadap hak-hak manusia.
Pemikiran Gus Dur ini sangat relevan, terutama di dunia yang terkadang dipenuhi oleh prasangka, diskriminasi, dan konflik yang sering kali justru dilakukan atas nama agama. Gus Dur mengajak kita untuk memahami agama bukan sekadar dari kulitnya, tetapi masuk ke dalam inti dari ajaran itu sendiri. Di mata Gus Dur, agama yang benar adalah agama yang membawa kedamaian dan keadilan, bukan yang memisahkan atau menghakimi. Tulisan ini mencoba mengupas pemikiran Gus Dur tentang pentingnya agama yang selaras dengan kemanusiaan serta bagaimana kita bisa menghidupkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Agama dan Kemanusiaan
Agama, dalam esensinya, adalah jalan bagi umat manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Namun, tidak jarang kita melihat bahwa dalam praktiknya, agama bisa terasa jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Kadang, agama justru menjadi alat untuk memecah belah, bukan untuk menyatukan. Padahal, agama seharusnya membawa kedamaian, kasih sayang, dan saling pengertian antar sesama.
Agama yang sejati tidak hanya berfokus pada ritual dan ibadah pribadi, tetapi juga pada bagaimana kita memperlakukan sesama. Sungguh ironis jika ajaran-ajaran yang seharusnya mengajarkan kasih sayang dan perdamaian justru dipahami secara sempit dan digunakan untuk memperburuk hubungan antar manusia. Dalam banyak tradisi agama, kita diajarkan untuk memberi, peduli, dan berbagi dengan sesama tanpa membedakan latar belakang, suku, ras, atau agama. Namun, kenyataannya, sering kali kita menyaksikan perbedaan menjadi sumber permusuhan, bukan toleransi.
Kemanusiaan adalah jiwa dari agama itu sendiri. Bila agama menjauh dari prinsip dasar kemanusiaan, maka ia kehilangan makna sejatinya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu mengingat bahwa agama harus menjadi penghubung antar manusia, bukan pemisah. Kita harus membangun dunia yang lebih baik, di mana agama menuntun kita untuk menjadi manusia yang lebih baik, bukan sekadar menjadi pengikut ajaran yang kaku dan penuh pembatas.
Dengan menjaga agama tetap dekat dengan nilai-nilai kemanusiaan, kita menghidupkan pesan sejati dari agama itu sendiri: kasih sayang, perdamaian, dan keadilan. Itulah agama yang sejati, yang mampu menciptakan kedamaian di hati, dan harmoni di antara kita sebagai sesama manusia.
Bagi Gus Dur, agama adalah jalan menuju kemanusiaan. Ia berpendapat bahwa inti dari ajaran agama adalah nilai-nilai kemanusiaan yang universal, seperti kasih sayang, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat manusia. Menurut Gus Dur, agama yang menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan adalah agama yang kehilangan rohnya. Sebaliknya, agama yang dekat dengan kemanusiaan adalah agama yang benar-benar memanusiakan manusia.
Pemikiran Gus Dur ini berangkat dari keyakinan bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan penuh cinta, dan melalui agama, Tuhan ingin kita menebarkan cinta dan kebaikan itu kepada sesama. Bagi Gus Dur, tidak masuk akal jika agama justru digunakan sebagai alasan untuk membenci atau merendahkan orang lain. Sebaliknya, agama seharusnya menjadi pedoman yang mengajarkan kita untuk memahami, menghormati, dan membantu orang lain, terlepas dari perbedaan yang ada.
Namun, dalam kenyataan sehari-hari, kita sering melihat bagaimana agama disalahpahami dan disalahgunakan. Ada kalanya agama dijadikan alat untuk memperkuat identitas kelompok, bahkan menjadi pembenaran untuk melakukan diskriminasi atau kekerasan terhadap kelompok yang berbeda. Dalam konteks ini, agama justru menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi intinya.
Gus Dur melihat hal ini sebagai masalah besar. Ia menyadari bahwa agama sering kali dijadikan identitas yang kaku.
Ketika agama dipandang sebagai identitas yang kaku, orang lebih fokus pada kepatuhan dan ritual tanpa memahami makna di balik ajaran tersebut. Gus Dur mengingatkan bahwa agama yang benar bukanlah agama yang menghakimi atau mengkotak-kotakkan, melainkan yang menyatukan dan menumbuhkan rasa kemanusiaan.
Gus Dur dan Prinsip “Agama untuk Semua”
Dalam berbagai kesempatan, Gus Dur menekankan bahwa agama adalah untuk semua orang, bukan hanya untuk satu golongan atau kelompok tertentu. Di masa kepemimpinannya, Gus Dur sering mengedepankan toleransi, merangkul perbedaan, dan berdialog dengan kelompok agama lain. Baginya, keberagaman adalah anugerah Tuhan yang harus dihargai dan dijaga. Agama yang selaras dengan kemanusiaan akan menghormati keberagaman ini dan mendorong dialog, bukan perseteruan.
Gus Dur percaya bahwa setiap orang berhak merasakan kedamaian yang diberikan oleh agama, tidak peduli latar belakangnya. Oleh karena itu, ia tidak ragu-ragu untuk membela hak-hak kelompok minoritas dan mendukung kebebasan beragama bagi semua. Baginya, agama yang benar tidak hanya mengatur hubungan kita dengan Tuhan, tetapi juga bagaimana kita memperlakukan sesama manusia.
Menghidupkan Nilai-Nilai Kemanusiaan dalam Agama
Pemikiran Gus Dur memberikan banyak pelajaran bagi kita. Ia mengajarkan bahwa menjalankan agama tidak hanya soal ketaatan pada ritual, tetapi juga soal bagaimana kita memperlakukan orang lain.
Cara untuk menghidupkan nilai kemanusiaan dalam beragama, seperti yang diajarkan Gus Dur:
1. Mengutamakan Kasih Sayang dan Pengertian
Bagi Gus Dur, kasih sayang adalah inti dari semua ajaran agama. Ketika kita menjalankan agama dengan penuh kasih sayang, kita akan lebih mudah memahami dan menerima orang lain. Dalam berinteraksi dengan sesama, baik yang seagama maupun yang berbeda keyakinan, kasih sayang akan mendorong kita untuk tidak mudah menghakimi atau menyakiti orang lain.
2. Menghormati Keberagaman sebagai Kehendak Tuhan
Gus Dur selalu menekankan bahwa perbedaan adalah takdir yang harus kita syukuri, bukan alasan untuk berselisih. Menghormati keberagaman berarti menerima bahwa setiap orang memiliki hak untuk menjalankan keyakinannya masing-masing. Di mata Gus Dur, agama yang sejati adalah yang merangkul, bukan yang menghakimi perbedaan.
3. Memahami Ajaran Agama secara Mendalam
Gus Dur mengajak kita untuk memahami agama tidak hanya dari sisi ritual, tetapi juga dari nilai-nilai yang diajarkan. Misalnya, berpuasa bukan sekadar menahan lapar, tetapi juga melatih empati pada mereka yang kurang beruntung.
Dengan memahami esensi ajaran agama, kita akan lebih peka terhadap kebutuhan dan penderitaan orang lain.
4. Menghindari Sikap Fanatisme dan Ekstremisme
Fanatisme dan ekstremisme adalah bentuk pemahaman agama yang jauh dari kemanusiaan. Bagi Gus Dur, fanatisme adalah ketika seseorang merasa dirinya paling benar dan memandang rendah orang lain. Sikap ini hanya akan menciptakan perpecahan dan kebencian. Ia mengingatkan bahwa agama yang benar seharusnya membawa kedamaian dan kesejukan, bukan kebencian.
5. Menjadi Bagian dari Solusi dalam Masyarakat
Bagi Gus Dur, menjadi religius adalah tentang memberi manfaat bagi sesama. Nilai-nilai agama harus diimplementasikan dalam tindakan nyata yang membawa kebaikan bagi orang lain. Misalnya, membantu mereka yang membutuhkan, memperjuangkan keadilan, atau ikut serta dalam kegiatan sosial. Dengan cara ini, agama bukan hanya menjadi identitas pribadi, tetapi juga berkontribusi dalam memperbaiki kondisi sosial.
Gus Dur: Sang Inspirasi dalam Beragama
Gus Dur adalah contoh nyata bagaimana seseorang bisa menjalani agama dengan penuh cinta dan kemanusiaan. Ia tidak sekadar memegang teguh ajaran Islam, tetapi juga mengajarkannya dengan cara yang lebih inklusif dan penuh toleransi.
Baginya, agama yang baik adalah agama yang mampu membawa kebaikan dan kedamaian bagi semua, bukan hanya bagi mereka yang seiman.
Pemikiran dan tindakan Gus Dur bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Di tengah dunia yang kadang terasa penuh ketegangan dan perbedaan, pemikiran Gus Dur mengingatkan kita untuk selalu mencari sisi kemanusiaan dalam beragama. Menjadi orang beragama tidak harus berarti menjadi eksklusif atau kaku, tetapi justru menjadi pribadi yang lebih peduli dan terbuka terhadap orang lain.
Gus Dur meninggalkan warisan yang begitu besar bagi bangsa Indonesia, bukan hanya sebagai seorang presiden atau tokoh agama, tetapi sebagai seorang pahlawan kemanusiaan. Pemikirannya tentang agama dan kemanusiaan menjadi teladan bagi kita bahwa keimanan yang sejati adalah keimanan yang membawa kebaikan, kedamaian, dan keadilan bagi semua orang.
Semoga kita bisa mengambil inspirasi dari Gus Dur, menjalani agama dengan lebih penuh cinta, menghargai perbedaan, dan selalu mengedepankan kemanusiaan dalam setiap tindakan kita. Karena pada akhirnya, agama yang sejati adalah agama yang hadir untuk menebarkan kasih sayang, bukan perpecahan.