HARIANSULSEL.COM, Makassar – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, memiliki peran yang tidak terpisahkan dari perjalanan nasionalisme Indonesia. Sejak berdirinya pada tahun 1926, NU tidak hanya menjadi organisasi keagamaan yang berkomitmen pada nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), tetapi juga menjadi pilar dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam perjalanan sejarahnya, NU menunjukkan bagaimana keislaman dan nasionalisme dapat berjalan beriringan, saling mendukung, dan menguatkan. Nasionalisme NU adalah nasionalisme yang berbasis pada nilai-nilai agama, yang tidak memisahkan cinta tanah air dari iman. Artikel ini akan mengupas peran NU dalam gerakan nasionalisme, kontribusinya dalam membangun bangsa, dan bagaimana organisasi ini terus relevan dalam menjaga semangat kebangsaan di era modern.
NU dan Nasionalisme: Sejarah Awal
Kemunculan NU tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial-politik Indonesia pada awal abad ke-20. Pada masa itu, Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda, yang tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam, tetapi juga merusak struktur sosial dan budaya lokal.
NU lahir di tengah gelombang kebangkitan nasional yang ditandai oleh munculnya berbagai organisasi seperti Sarekat Islam, Boedi Oetomo, dan Muhammadiyah. Namun, NU memiliki pendekatan yang unik. Berbasis pada tradisi pesantren dan kearifan lokal, NU memperjuangkan nasionalisme yang tidak hanya berorientasi pada kemerdekaan politik, tetapi juga kemerdekaan spiritual dan budaya.
Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU, menegaskan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman (hubbul wathan minal iman). Konsep ini menjadi landasan bagi gerakan nasionalisme NU, yang melihat Indonesia sebagai wadah untuk menjalankan nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin.
Peran NU dalam Perjuangan Kemerdekaan
Salah satu momen paling monumental dalam kontribusi NU terhadap nasionalisme adalah dikeluarkannya Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 oleh KH Hasyim Asy’ari. Resolusi ini menyerukan umat Islam untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yang baru saja diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Resolusi Jihad menjadi dasar legitimasi agama bagi perlawanan rakyat terhadap pasukan Sekutu dan Belanda yang ingin merebut kembali Indonesia. Peristiwa ini memuncak pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Pesantren-pesantren NU tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga markas perjuangan melawan penjajah. Santri dan kiai bahu-membahu dengan rakyat untuk mempertahankan tanah air. Dalam konteks ini, pesantren menjadi benteng nasionalisme yang menggabungkan kekuatan spiritual dan militansi.
Pasca-kemerdekaan, NU terus berperan dalam membangun fondasi negara. NU mendukung Pancasila sebagai dasar negara, melihatnya sebagai jalan tengah yang mengakomodasi keberagaman Indonesia. NU juga berkontribusi dalam penyusunan berbagai kebijakan yang memperkuat identitas nasional.
Nasionalisme NU: Menguatkan Identitas Kebangsaan
Nasionalisme NU adalah nasionalisme yang inklusif, yang menerima keberagaman sebagai kekayaan bangsa. Dalam pandangan NU, nasionalisme tidak bertentangan dengan Islam, melainkan merupakan bagian dari pengamalan nilai-nilai agama.
Sebagai organisasi yang berpegang pada ajaran Aswaja, NU menekankan pentingnya moderasi, toleransi, dan keadilan. Prinsip ini sejalan dengan semangat nasionalisme yang menghargai perbedaan suku, agama, dan budaya. NU percaya bahwa kebangsaan adalah anugerah yang harus dijaga melalui kerja sama dan persaudaraan.
NU memainkan peran penting dalam menjaga nasionalisme Indonesia dari ancaman radikalisme dan ekstremisme. Dengan pendekatan keislaman yang moderat, NU menjadi benteng yang melindungi Indonesia dari ideologi-ideologi transnasional yang berpotensi memecah belah bangsa.
NU juga berperan dalam melestarikan tradisi-tradisi lokal yang menjadi bagian dari identitas nasional. Tradisi-tradisi seperti Maulid Nabi, tahlilan, dan ziarah kubur dipandang sebagai kekayaan budaya yang memperkuat jati diri bangsa Indonesia.
Tantangan Nasionalisme NU di Era Modern
Meskipun memiliki peran yang besar dalam sejarah nasionalisme Indonesia, NU juga menghadapi berbagai tantangan di era modern:
Globalisasi membawa pengaruh ideologi-ideologi baru yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan. NU harus terus beradaptasi untuk melindungi nasionalisme Indonesia dari pengaruh ideologi yang merusak.
Generasi muda Indonesia, termasuk kader-kader NU, sering kali menghadapi krisis identitas di tengah arus budaya global. NU perlu memberikan pembinaan yang lebih intensif untuk menjaga semangat nasionalisme di kalangan pemuda.
Polarisasi politik yang semakin tajam di Indonesia dapat merusak persatuan bangsa. NU memiliki tanggung jawab untuk menjadi penjaga harmoni dan penengah di tengah perbedaan yang ada.
Masa Depan Nasionalisme NU
Untuk menjaga relevansi nasionalisme NU di masa depan, beberapa langkah strategis dapat dilaksanakan.
Pesantren sebagai basis gerakan NU harus menjadi tempat pembelajaran nasionalisme yang berbasis pada nilai-nilai agama. Kurikulum pesantren perlu mencakup materi tentang sejarah perjuangan bangsa dan pentingnya menjaga keutuhan NKRI.
NU dapat memanfaatkan media sosial dan platform digital lainnya untuk menyebarkan pesan-pesan nasionalisme. Dengan pendekatan yang kreatif, NU dapat menjangkau generasi muda yang lebih akrab dengan teknologi.
NU perlu menjalin kerja sama dengan pemerintah, organisasi masyarakat, dan lembaga internasional untuk memperkuat gerakan nasionalisme. Sinergi ini akan memperluas jangkauan dan dampak gerakan NU.
NU harus terus memainkan peran sebagai penjaga harmoni sosial. Dalam konteks nasionalisme, NU dapat menjadi mediator yang menjembatani perbedaan dan menyatukan masyarakat dalam semangat kebangsaan.
NU dan Nasionalisme Tak Terpisahkan
NU telah membuktikan bahwa keislaman dan nasionalisme dapat berjalan beriringan. Dengan semangat Aswaja, NU tidak hanya menjadi penjaga tradisi Islam moderat, tetapi juga pilar penting dalam membangun Indonesia yang inklusif dan berkeadilan.
Di era modern, NU harus terus menjaga relevansi nasionalisme dengan merangkul teknologi, memperkuat pendidikan, dan menjadi aktor utama dalam menjaga harmoni sosial. Dengan semangat hubbul wathan minal iman, NU dapat terus berkontribusi dalam membangun bangsa yang kuat, bersatu, dan bermartabat.
Sebagaimana pesan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, “Cinta tanah air adalah bagian dari iman.” Pesan ini menjadi dasar bagi NU untuk terus menjaga Indonesia sebagai rumah bersama yang harmonis dan sejahtera.