HARIANSULSEL.COM, Makassar – Ketika berbicara tentang Nahdlatul Ulama (NU), sering kali kita langsung teringat pada perannya dalam bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial. Namun, dalam dinamika modern, NU juga tidak bisa lepas dari keterlibatannya dalam isu-isu ekonomi dan politik industrial. Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU memiliki tanggung jawab moral untuk mengambil bagian dalam perdebatan tentang keadilan ekonomi, peran pekerja, dan hubungan antara kapital dan tenaga kerja.
Politik industrial adalah konsep yang melibatkan relasi antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja dalam pengelolaan sumber daya ekonomi suatu negara. Dalam konteks Indonesia, isu ini sangat relevan, terutama ketika kita melihat bagaimana industrialisasi sering kali meninggalkan ketimpangan sosial dan kerusakan lingkungan.
Sebagai organisasi keagamaan, NU selalu menempatkan keadilan sosial sebagai salah satu prinsip utamanya. Dalam konteks politik industrial, keadilan sosial ini berkaitan dengan bagaimana hak-hak pekerja dilindungi, distribusi kekayaan yang adil, dan bagaimana industrialisasi tidak merugikan masyarakat kecil.
Dalam sejarahnya, NU memiliki hubungan erat dengan masyarakat pedesaan yang sebagian besar adalah petani, nelayan, dan buruh. Dengan perkembangan industri yang semakin pesat, banyak masyarakat ini yang beralih menjadi pekerja industri atau kehilangan akses terhadap sumber daya alam mereka akibat ekspansi korporasi besar. NU, dengan landasan nilai Islam yang rahmatan lil alamin, memiliki peran untuk memastikan bahwa industrialisasi tidak berjalan di atas penderitaan masyarakat kecil.
Indonesia adalah negara yang sedang mengalami transformasi ekonomi besar-besaran. Industrialisasi, baik melalui manufaktur, pertambangan, maupun sektor digital, telah mengubah struktur sosial-ekonomi masyarakat. Namun, perubahan ini tidak selalu membawa dampak positif bagi semua pihak.
Salah satu tantangan utama adalah ketimpangan ekonomi yang semakin lebar. Sementara segelintir orang menikmati keuntungan besar dari industrialisasi, banyak pekerja yang hidup dalam kondisi yang sulit. Upah rendah, jam kerja panjang, dan kondisi kerja yang tidak aman masih menjadi masalah di banyak sektor.
Praktik eksploitasi tenaga kerja masih marak, terutama di sektor informal dan industri padat karya. Banyak pekerja yang tidak mendapatkan perlindungan hukum, seperti asuransi kesehatan atau jaminan pensiun, meskipun mereka bekerja dalam kondisi yang berat.
Industri sering kali membawa dampak negatif pada lingkungan, seperti pencemaran air dan udara, deforestasi, dan perusakan ekosistem. Masyarakat lokal, yang sering kali adalah basis dari warga NU, menjadi pihak yang paling terdampak.
Industrialisasi juga membawa perubahan dalam pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Nilai-nilai kolektivisme yang menjadi ciri khas masyarakat tradisional mulai tergantikan oleh individualisme yang sering kali menjadi produk sampingan dari kapitalisme.
Sebagai organisasi berbasis nilai Islam, NU memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam politik industrial.
NU dapat memainkan peran sebagai advokat bagi pekerja dan masyarakat kecil yang sering kali menjadi korban ketidakadilan industrial. Dengan jaringan yang luas, NU dapat membantu memberikan suara kepada mereka yang termarjinalkan dalam proses industrialisasi.
NU dapat berkontribusi melalui pendidikan dan pelatihan bagi pekerja, sehingga mereka memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri modern. Selain itu, pemberdayaan ekonomi berbasis koperasi dan usaha kecil dapat menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada perusahaan besar.
NU memiliki tradisi panjang dalam mengajarkan nilai-nilai keadilan, kepedulian, dan kebersamaan. Nilai-nilai ini dapat diintegrasikan dalam sistem ekonomi untuk menciptakan industri yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.
NU dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk merumuskan kebijakan industrial yang adil dan berkelanjutan. Sebagai organisasi yang memiliki legitimasi moral, NU dapat menjadi jembatan antara masyarakat, pekerja, dan pemerintah.
Dalam Islam, konsep keadilan ekonomi sangat jelas: semua bentuk eksploitasi terhadap manusia dan alam harus dihindari. Prinsip-prinsip seperti larangan riba, anjuran untuk berbagi kekayaan, dan tanggung jawab menjaga lingkungan adalah pedoman yang relevan dalam politik industrial.
Islam juga mengajarkan pentingnya menghormati pekerja. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga hak-hak pekerja dalam Islam.
Dalam era globalisasi dan disrupsi teknologi, tantangan politik industrial akan semakin kompleks. Namun, dengan komitmennya terhadap keadilan sosial dan nilai-nilai Islam, NU memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan.
NU dapat memimpin gerakan yang mengutamakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial. Dengan memperjuangkan hak-hak pekerja, mendorong pemberdayaan masyarakat kecil, dan mengadvokasi kebijakan yang ramah lingkungan, NU dapat memberikan kontribusi nyata dalam menciptakan industri yang lebih manusiawi.
Politik industrial bukan hanya tentang keuntungan atau pertumbuhan ekonomi, tetapi juga tentang bagaimana manusia diperlakukan dalam proses tersebut. NU, dengan landasan nilai Islam yang kokoh, memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa industrialisasi tidak mengorbankan kemanusiaan dan keadilan sosial.
Sebagai refleksi bahwa jika ingin membangun ekonomi yang kuat, jangan hanya fokus pada mesin-mesin dan pabrik-pabrik. Ingatlah, industri yang terbaik adalah industri yang menghormati manusia sebagai inti dari peradaban. Karena pada akhirnya, mesin mungkin bisa menciptakan produk, tetapi hanya manusia yang bisa menciptakan keadilan.