Integrasi Nilai-Nilai Aswaja dalam Kurikulum Pendidikan

HARIANSULSEL.COM, Makassar – Pendidikan berperan penting dalam membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter kuat yang berbasis nilai-nilai spiritual dan kebangsaan. Dalam konteks Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam terbesar memainkan peran signifikan melalui pendekatan pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai keislaman ala Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Pendekatan ini menekankan moderasi, toleransi, dan keseimbangan yang selaras dengan realitas masyarakat majemuk di Indonesia.

Integrasi nilai-nilai Aswaja ke dalam kurikulum pendidikan menjadi langkah strategis untuk membentuk generasi yang tidak hanya kompeten dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga berakhlak mulia, berjiwa toleran, dan mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan. Nilai-nilai Aswaja yang mengakar pada ajaran Islam dan tradisi lokal Indonesia menjadikan pendidikan berbasis NU relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi yang seringkali mengikis nilai-nilai spiritual dan budaya lokal.

Nilai-nilai Aswaja yang menjadi fondasi dalam pendidikan mencakup empat prinsip utama: moderasi (tawasuth), toleransi (tasâmuh), keadilan (adil), dan keseimbangan (tawâzun). Moderasi mengajarkan siswa untuk tidak bersikap ekstrem, baik dalam memahami agama maupun menjalani kehidupan sosial. Prinsip ini sangat penting untuk mencegah munculnya radikalisme dan sikap intoleran. Toleransi menanamkan penghargaan terhadap perbedaan, baik dalam agama, budaya, maupun pandangan politik. Sikap ini menjadi kunci dalam menjaga harmoni di tengah masyarakat plural.

Keadilan dalam pendidikan berbasis Aswaja berarti memberikan hak kepada setiap individu sesuai dengan porsinya. Siswa diajarkan untuk berlaku adil terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Sementara itu, keseimbangan menanamkan nilai-nilai proporsionalitas antara dunia dan akhirat, antara hak dan kewajiban, serta antara kepentingan individu dan masyarakat. Prinsip-prinsip ini tidak hanya menjadi panduan dalam kehidupan siswa sehari-hari, tetapi juga menjadi landasan dalam membangun tatanan masyarakat yang harmonis.

Mata pelajaran agama Islam di lembaga pendidikan NU menjadi ruang utama untuk mengintegrasikan nilai-nilai Aswaja. Materi yang diajarkan tidak hanya bersifat tekstual, tetapi juga kontekstual. Sebagai contoh, siswa tidak hanya diajarkan tentang konsep moderasi, tetapi juga bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran juga mencakup kajian tokoh-tokoh Aswaja seperti Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali, hingga ulama NU seperti KH. Hasyim Asy’ari, yang memberikan teladan tentang nilai-nilai Aswaja.

Pendidikan kewarganegaraan juga menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang selaras dengan prinsip Aswaja. Siswa diajarkan tentang pentingnya menjaga persatuan di tengah keberagaman dan peran Islam dalam membangun peradaban bangsa. Nilai toleransi, moderasi, dan cinta tanah air menjadi inti dalam pembelajaran ini. Melalui pendidikan kewarganegaraan, siswa diharapkan tidak hanya menjadi warga negara yang baik, tetapi juga mampu menjadi agen perdamaian di lingkungannya.

Begitu pun kegiatan ekstrakurikuler seperti pengajian, peringatan hari besar Islam, dan diskusi Aswaja menjadi media efektif untuk memperdalam pemahaman siswa terhadap nilai-nilai Aswaja. Dalam pengajian, misalnya, siswa diajak untuk menggali ajaran-ajaran Islam yang bersifat inklusif dan humanis. Kegiatan peringatan Maulid Nabi atau Isra Mikraj tidak hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga media untuk menanamkan nilai-nilai cinta kasih dan solidaritas.

Tak terkecuali menerapkan dudaya sekolah berbasis Aswaja yang mencerminkan kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai spiritual dan sosial. Siswa dibiasakan untuk membaca doa sebelum dan sesudah belajar, menjaga sikap hormat kepada guru, dan saling menghormati sesama teman. Kegiatan sosial seperti bakti sosial dan kerja bakti bersama menjadi bagian dari pembelajaran non-formal yang menanamkan nilai-nilai kebersamaan dan empati.

Integrasi nilai-nilai Aswaja dalam pendidikan memberikan dampak yang signifikan, baik bagi individu maupun masyarakat. Pertama, nilai-nilai Aswaja membantu membentuk karakter siswa yang berakhlak mulia, toleran, dan berjiwa sosial. Siswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang tinggi.

Kedua, pendekatan ini meningkatkan pemahaman siswa terhadap agama Islam secara holistik. Mereka mampu memahami ajaran agama tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga dari sisi nilai dan moral. Ketiga, integrasi nilai-nilai Aswaja menguatkan rasa cinta tanah air dan kesadaran berbangsa. Siswa diajarkan untuk menghormati keberagaman sebagai anugerah, bukan sebagai ancaman.

Keempat, pendekatan pendidikan berbasis Aswaja membantu menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan harmonis. Guru, siswa, dan orang tua terlibat secara aktif dalam menciptakan budaya belajar yang penuh dengan nilai-nilai kebajikan.

Integrasi nilai-nilai Aswaja dalam kurikulum pendidikan tentu tidak lepas dari tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya pemahaman guru terhadap konsep Aswaja. Hal ini dapat diatasi dengan mengadakan pelatihan dan workshop secara berkala untuk meningkatkan kompetensi guru. Tantangan lain adalah pengaruh globalisasi yang membawa nilai-nilai yang bertentangan dengan prinsip Aswaja. Solusinya adalah dengan memperkuat literasi digital siswa dan menyaring konten-konten yang relevan dengan nilai-nilai Aswaja.

Tantangan ketiga adalah keterbatasan sarana dan prasarana di beberapa sekolah berbasis NU, terutama di daerah terpencil. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dan masyarakat perlu memberikan dukungan, baik dalam bentuk dana maupun bantuan teknis. Dengan kolaborasi yang kuat antara lembaga pendidikan, pemerintah, dan masyarakat, tantangan-tantangan ini dapat diatasi.

Akhirnya dapat dipahami bahwa integrasi nilai-nilai keislaman ala Ahlussunnah wal Jamaah dalam kurikulum pendidikan merupakan upaya strategis untuk membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan sosial. Dengan pendekatan yang moderat, toleran, dan inklusif, pendidikan berbasis Aswaja mampu menjawab tantangan zaman sekaligus menjaga identitas keislaman yang khas Indonesia.

Upaya ini membutuhkan komitmen bersama dari berbagai pihak, termasuk guru, orang tua, pemerintah, dan masyarakat luas. Dengan demikian, nilai-nilai Aswaja dapat terus menjadi fondasi kuat dalam menciptakan peradaban yang lebih baik, damai, dan berkeadilan.

Penulis: Zaenuddin Endy – Koordinator Kader Penggerak NU Sulawesi Selatan

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *