Kurangi Resiko Bencana, BPBD Torut Gelar Konsultasi Publik

HARIANSULSEL.COM, Toraja Utara – UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada pasal 35 dan pasal 36 mengamanatkan bahwa setiap daerah harus mempunyai perencanaan penanggulangan. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi landasan dalam pengembangan perencanaan dan kebijakan terkait penanggulangan bencana serta upaya pengurangan resiko bencana di Toraja Utara diwujudkan melalui penyusunan Dokumen Kajian Resiko Bencana dan Peta Resiko Bencana sebagai langkah awal dari proses pencapaian tujuan tersebut.
Bertempat di Ayam Penyet Ria, Rantepao, Jumat (02/02/2018), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Toraja Utara melaksanakan Konsultasi Publik Dokumen Kajian Risiko Bencana dan Peta Resiko Bencana, bekerja sama dengan Kementerian Sosial, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Yayasan Inovasi Ketahanan Komunitas (INANTA), CWS (Church World Service) dan Department of Foreign Affairs and Trade – Australian Government.
Kegiatan ini dibuka oleh Plt Sekda Toraja Utara Rede Roni Bare dan dihadiri oleh Asisten II Simon Pongsisonda, Asisten III Hetty Maria G. Dalopis, Kabag Hukum Toraja Utara Netty Palin, Kodim 1414 Tana Toraja, Satpol PP dan Damkar, PMI Toraja Utara serta para peserta lainnya.
Dalam sambutannya, Rede Roni Bare menyampaikan bahwa urusan kebencanaan merupakan urusan semua elemen mulai dari pemerintah, masyarakat, LSM hingga dunia usaha karena itu apa yang dilakukan oleh BPBD Toraja Utara saat ini ialah satu langkah untuk maju dalam mewujudkan suatu kajian pengurangan risiko bencana yang akan menjadi acuan pemerintah daerah kedepannya.
Kepala BPBD Toraja Utara Yorry Lesawengan menyampaikan bahwa banyak yang selama ini beranggapan bahwa jika ada bencana itu hanya menjadi urusan BPBD saja, sedangkan jika kita membaca tupoksi, SKPD lain pun punya peranan dalam hal ini. BPBD tugasnya juga mengkoordinir SKPD terkait tupoksinya bagaimana menyusun strategi dan langkah-langkah dalam penanggulangan bencana,” ungkapnya.
“Jika kita melihat kondisi Toraja Utara, kita harus mengakui bahwa mungkin sekitar 70-80% rawan bencana khususnya longsor dan kebakaran. Jadi yang kami harapkan adalah bahwa dokumen kajian ini merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menindak lanjuti,” ungkapnya.
Dokumen ini sekiranya menjadi basis data, informasi dan kajian yang dijadikan acuan untuk mengembangkan perencanaan strategis, penanggulangan bencana maupun pembangunan. Diharapkan agar juga menjadi dasar untuk mengembangkan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dan berperspektif pengurangan risiko bencana. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *