HARIANSULSEL.COM, Makassar – Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, telah memainkan peran signifikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam bidang ekonomi dan perdagangan. NU tidak hanya dikenal sebagai organisasi keagamaan, tetapi juga sebagai kekuatan sosial yang peduli terhadap kesejahteraan umat. Dalam konteks politik perdagangan, NU memiliki pandangan strategis untuk menciptakan keadilan ekonomi yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam.
Politik perdagangan yang dijalankan NU bukan semata-mata soal perhitungan ekonomi, tetapi juga menyentuh dimensi moral, sosial, dan keagamaan. Melalui pendekatan berbasis Aswaja (Ahlussunnah wal Jama’ah), NU mendorong model perdagangan yang adil, inklusif, dan berorientasi pada kemaslahatan bersama. Artikel ini akan membahas bagaimana NU memandang dan berkontribusi dalam politik perdagangan, tantangan yang dihadapi, serta langkah-langkah strategis yang dapat diambil ke depan.
Islam memandang perdagangan sebagai aktivitas yang mulia, asalkan dilakukan dengan kejujuran dan berlandaskan nilai-nilai moral. Dalam Al-Qur’an, terdapat banyak ayat yang menekankan pentingnya keadilan, transparansi, dan kejujuran dalam aktivitas ekonomi.
Sebagai organisasi yang berlandaskan Islam Aswaja, NU menjadikan nilai-nilai ini sebagai pedoman dalam membangun sistem perdagangan yang adil. Perdagangan tidak hanya dilihat sebagai sarana mencari keuntungan, tetapi juga sebagai alat untuk menciptakan keseimbangan sosial dan mengurangi ketimpangan ekonomi.
NU memandang perdagangan sebagai salah satu jalan untuk memperjuangkan keadilan sosial. Dalam banyak kesempatan, NU mendorong umat Islam untuk terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi, baik sebagai pelaku usaha maupun sebagai konsumen yang cerdas.
Sebagai penjaga moralitas, NU sering mengingatkan umat agar tidak terjebak dalam praktik perdagangan yang merugikan, seperti monopoli, riba, dan eksploitasi. Sebaliknya, NU mendorong pengembangan ekonomi berbasis koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang dianggap lebih inklusif dan berkeadilan.
Dalam konteks Indonesia, NU sering kali berperan sebagai advokat bagi kepentingan rakyat kecil, terutama petani, nelayan, dan pelaku UMKM. Politik perdagangan yang sering kali didominasi oleh kepentingan elit dan korporasi besar menjadi tantangan bagi masyarakat kecil.
NU aktif menyuarakan pentingnya kebijakan perdagangan yang berpihak pada rakyat, seperti perlindungan harga komoditas lokal, pengendalian impor yang merugikan petani, dan subsidi bagi pelaku usaha kecil. Misalnya, dalam isu harga beras, NU sering menyerukan agar pemerintah melindungi petani lokal dari tekanan harga pasar internasional.
Salah satu inisiatif strategis NU dalam politik perdagangan adalah membangun ekosistem ekonomi yang berorientasi pada pemberdayaan umat. Melalui program seperti “NU Mart” atau koperasi berbasis masjid, NU mendorong umat untuk mendukung produk-produk lokal dan menciptakan rantai nilai yang lebih berkeadilan.
Ekosistem ini tidak hanya membantu menggerakkan ekonomi umat, tetapi juga mengajarkan pentingnya solidaritas dan kebersamaan dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Salah satu tantangan terbesar dalam politik perdagangan adalah ketimpangan ekonomi yang semakin tajam. Globalisasi sering kali memperkuat dominasi pasar oleh negara-negara maju dan korporasi besar, sehingga pelaku usaha kecil dari negara berkembang, termasuk Indonesia, sulit bersaing.
NU, sebagai organisasi yang berfokus pada kesejahteraan umat, harus menghadapi tantangan ini dengan mendorong kebijakan perdagangan yang lebih adil. Hal ini termasuk memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perjanjian perdagangan internasional dan melindungi sektor-sektor ekonomi yang rentan.
Di tengah kompetisi pasar yang semakin ketat, praktik perdagangan yang tidak etis, seperti eksploitasi buruh, monopoli, dan manipulasi harga, menjadi masalah serius. NU harus terus menjadi suara moral yang mengingatkan pentingnya etika dalam perdagangan, baik di tingkat lokal maupun global.
Perkembangan teknologi digital membawa peluang besar, tetapi juga tantangan baru dalam politik perdagangan. Platform e-commerce, misalnya, sering kali mendominasi pasar dengan cara yang merugikan pelaku usaha kecil. NU perlu mendorong literasi digital di kalangan umat agar mereka dapat memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan daya saing ekonomi mereka.
Salah satu strategi utama NU adalah memperkuat UMKM yang berbasis komunitas. Dengan memanfaatkan jaringan pesantren, masjid, dan komunitas NU, organisasi ini dapat menciptakan ekosistem perdagangan yang mendukung pelaku usaha kecil.
Program seperti pelatihan kewirausahaan, akses permodalan berbasis syariah, dan promosi produk lokal dapat menjadi langkah konkret untuk mendukung UMKM.
NU juga perlu terus memperjuangkan kebijakan perdagangan yang berpihak pada rakyat kecil. Hal ini termasuk mendorong subsidi bagi petani dan nelayan, proteksi terhadap produk lokal, serta pengendalian impor yang merugikan.
Melalui jalur politik dan kerja sama dengan pemerintah, NU dapat menjadi kekuatan penekan yang memastikan kebijakan perdagangan tidak hanya menguntungkan segelintir elit, tetapi juga masyarakat luas.
NU perlu memanfaatkan teknologi digital untuk memperkuat peran umat dalam perdagangan. Dengan membangun platform digital berbasis komunitas, NU dapat membantu pelaku usaha kecil memasarkan produk mereka ke pasar yang lebih luas.
Selain itu, literasi digital perlu ditingkatkan agar umat tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga pelaku aktif dalam ekonomi digital.
Ke depan, NU memiliki peluang besar untuk menjadi kekuatan strategis dalam politik perdagangan. Dengan jaringan yang luas dan pengaruh yang kuat di masyarakat, NU dapat memainkan peran kunci dalam menciptakan sistem perdagangan yang lebih adil dan inklusif.
Namun, untuk mewujudkan visi ini, NU perlu terus beradaptasi dengan perubahan zaman. Pendekatan yang inovatif, kolaborasi yang luas, dan komitmen terhadap nilai-nilai Islam harus menjadi landasan dalam setiap langkah yang diambil.
NU, sebagai organisasi keagamaan dan sosial, memiliki peran strategis dalam politik perdagangan. Dengan berpegang pada prinsip-prinsip Islam, NU mendorong model perdagangan yang adil, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan umat.
Namun, tantangan seperti globalisasi, digitalisasi, dan praktik perdagangan yang tidak etis memerlukan respons yang cerdas dan adaptif. Dengan memperkuat UMKM, memanfaatkan teknologi, dan memperjuangkan kebijakan yang berkeadilan, NU dapat terus menjadi pelopor dalam menciptakan sistem perdagangan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga bermoral dan berkeadilan.
Politik perdagangan bukan hanya soal angka atau keuntungan, tetapi juga tentang bagaimana perdagangan dapat menjadi alat untuk memperjuangkan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama—sebuah visi yang sejalan dengan misi besar NU untuk membawa rahmat bagi semesta alam.