Pilkada Serentak 2024: Menakar Pemimpin Berdasarkan Visi, Misi, dan Integritas

HARIANSULSEL.COM, Makassar – Pilkada Serentak 2024 menjadi momen penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Di tengah dinamika politik yang semakin kompleks, ajang ini tidak sekadar menjadi ritual lima tahunan untuk memilih kepala daerah. Pilkada adalah momentum bagi rakyat untuk menentukan arah pembangunan daerah selama lima tahun ke depan. Di balik kemeriahan kampanye dan sorotan media, ada tanggung jawab besar yang harus dipikul oleh setiap calon pemimpin dan rakyat sebagai pemilih.

Dalam konteks Pilkada, salah satu tantangan utama yang dihadapi masyarakat adalah bagaimana memilih pemimpin yang tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga mampu merealisasikan janji-janji kampanyenya. Di tengah derasnya informasi yang seringkali bias, masyarakat harus lebih kritis dalam menilai calon pemimpin berdasarkan visi, misi, dan rekam jejak mereka. Pilihan yang didasarkan pada pertimbangan rasional ini akan membawa dampak positif bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Visi dan misi seorang calon kepala daerah adalah fondasi dari seluruh rencana kerja yang akan dijalankannya. Visi menggambarkan cita-cita besar yang ingin dicapai, sementara misi merinci langkah-langkah strategis untuk mewujudkan visi tersebut. Namun, sering kali visi dan misi hanya menjadi rangkaian kata-kata indah yang dirancang untuk menarik simpati masyarakat. Di sinilah peran kritis pemilih menjadi penting. Rakyat harus mampu melihat apakah visi dan misi yang ditawarkan realistis dan relevan dengan kebutuhan daerah.

Misalnya, seorang calon yang berjanji akan meningkatkan infrastruktur di daerah harus mampu menjelaskan bagaimana sumber pendanaan akan diperoleh dan dialokasikan. Apakah anggaran tersebut akan bersumber dari APBD, pemerintah pusat, atau investasi pihak ketiga? Penjelasan yang konkret menunjukkan bahwa calon tersebut telah melakukan analisis mendalam dan memiliki komitmen yang kuat. Sebaliknya, janji yang terkesan mengawang-awang atau tidak terukur hanya akan menjadi angan-angan kosong yang sulit diwujudkan.

Selain visi dan misi, pemilih juga harus mempertimbangkan rekam jejak calon pemimpin. Pengalaman kerja, capaian sebelumnya, dan integritas menjadi indikator penting dalam menilai kapasitas seseorang. Calon yang memiliki rekam jejak baik biasanya lebih mampu menghadapi tantangan dalam menjalankan roda pemerintahan. Misalnya, jika seorang calon pernah menjabat sebagai pejabat publik, masyarakat dapat menilai apakah selama masa jabatannya ia berhasil merealisasikan program-program yang telah dijanjikan. Jika ia mampu menepati janji-janji tersebut, maka ada alasan untuk percaya bahwa ia akan melakukan hal yang sama di masa mendatang.

Namun, menilai kemampuan calon pemimpin tidak cukup hanya dengan melihat visi, misi, dan rekam jejak. Pemilih juga perlu memperhatikan integritas dan komitmen moral calon tersebut. Banyak pemimpin yang di awal masa kampanye terlihat sangat idealis, tetapi kemudian terjerat dalam praktik korupsi atau nepotisme setelah terpilih. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menggali informasi sebanyak mungkin tentang integritas calon pemimpin. Apakah ia pernah terlibat dalam kasus hukum? Bagaimana pandangannya tentang isu-isu krusial seperti transparansi anggaran, pemberantasan korupsi, dan partisipasi publik?

Dalam era digital saat ini, akses terhadap informasi semakin mudah. Media sosial, berita online, dan platform diskusi publik dapat dimanfaatkan untuk menggali informasi tentang calon pemimpin. Namun, pemilih juga harus waspada terhadap berita palsu atau informasi yang dimanipulasi. Keterampilan literasi digital sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat memilah informasi yang valid dan relevan.

Pilkada Serentak 2024 juga menjadi ujian bagi kedewasaan demokrasi Indonesia. Dalam praktiknya, demokrasi sering kali diwarnai oleh pragmatisme politik, seperti politik uang atau praktik patronase. Masyarakat harus mampu melawan godaan untuk memilih pemimpin hanya karena iming-iming materi atau hubungan kedekatan personal. Pilihan yang berdasarkan pertimbangan pragmatis seperti ini hanya akan merugikan masyarakat sendiri dalam jangka panjang. Pemimpin yang terpilih tanpa dasar visi dan misi yang kuat cenderung tidak memiliki komitmen yang serius terhadap pembangunan daerah.

Oleh karena itu, pendidikan politik menjadi kunci utama untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Masyarakat perlu diberdayakan agar mampu memahami pentingnya memilih pemimpin berdasarkan visi, misi, dan kemampuannya menepati janji. Kampanye sosialisasi yang melibatkan akademisi, tokoh masyarakat, dan media dapat membantu masyarakat memahami isu-isu krusial dalam Pilkada. Dengan begitu, proses demokrasi tidak hanya menjadi ajang kontestasi kekuasaan, tetapi juga pendidikan politik bagi masyarakat.

Pada akhirnya, Pilkada Serentak 2024 adalah momentum bagi rakyat Indonesia untuk menunjukkan kedewasaan demokrasi. Memilih pemimpin bukan sekadar tentang memilih siapa yang paling populer atau siapa yang paling menarik dalam debat publik. Pemilihan ini harus menjadi ajang untuk memilih orang-orang yang memiliki visi dan misi jelas, rekam jejak yang baik, dan integritas tinggi. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya memilih seorang pemimpin, tetapi juga memilih masa depan daerahnya.

Pilihan yang cerdas dan rasional akan membawa perubahan yang positif, sementara pilihan yang berdasarkan emosi atau pragmatisme hanya akan melanggengkan stagnasi. Oleh karena itu, mari kita jadikan Pilkada Serentak 2024 sebagai tonggak untuk membangun demokrasi yang lebih matang dan pemerintahan yang lebih baik. Hanya dengan pemimpin yang berkualitas, harapan untuk mencapai kesejahteraan bersama dapat terwujud.

Penulis: AndyDosen IAIN Ternate, Awardee BIB-LPDP Program Doktor UIN Alauddin Makassar

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *