Pemikiran KH Hasyim Asy’ari: Pendidikan Berbasis Keislaman dan Kearifan Lokal

HARIANSULSEL.COM, Makassar – KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), merupakan salah satu ulama besar Indonesia yang memiliki perhatian besar terhadap pendidikan. Pemikiran beliau tentang pendidikan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam yang universal serta konteks sosial budaya lokal masyarakat Indonesia. Dalam pandangannya, pendidikan bukan hanya sarana untuk menimba ilmu, tetapi juga jalan untuk membangun moral, karakter, dan kebermanfaatan umat. Konsep ini tercermin dalam karya-karya beliau, salah satunya Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, yang hingga kini menjadi referensi penting dalam dunia pendidikan Islam.

Pendidikan menurut KH Hasyim Asy’ari bertumpu pada tiga pilar utama: ilmu, amal, dan adab. Beliau menegaskan bahwa ilmu harus diiringi dengan pengamalan, serta semua itu harus dilandasi oleh adab yang baik. Dalam konteks ini, adab dianggap lebih mendasar daripada sekadar penguasaan ilmu. Hal ini karena tanpa adab, ilmu berpotensi disalahgunakan atau tidak membawa manfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, KH Hasyim Asy’ari memberikan perhatian khusus pada pendidikan akhlak dalam proses belajar-mengajar.

Salah satu aspek penting dalam pemikiran beliau adalah pentingnya integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum. Meskipun fokus pendidikan Islam pada masa itu cenderung hanya pada kajian agama, KH Hasyim Asy’ari menyadari pentingnya ilmu umum sebagai bekal umat Islam dalam menghadapi tantangan zaman. Beliau tidak memisahkan keduanya, melainkan mendorong integrasi agar umat Islam mampu memahami agama secara mendalam sekaligus memiliki kemampuan untuk bersaing di berbagai bidang kehidupan.

Selain itu, KH Hasyim Asy’ari juga menekankan pentingnya pendidikan berbasis kearifan lokal. Beliau meyakini bahwa pendidikan tidak boleh meninggalkan nilai-nilai tradisional yang telah menjadi bagian dari identitas masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pesantren yang beliau dirikan mengakomodasi tradisi lokal seperti tahlilan, yasinan, dan barzanji sebagai bagian dari pendidikan spiritual. Dengan pendekatan ini, pesantren tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga menjadi penjaga tradisi budaya lokal.

KH Hasyim Asy’ari juga menekankan pentingnya peran guru dalam pendidikan. Dalam Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, beliau menjelaskan bahwa guru harus memiliki keikhlasan, kesabaran, dan komitmen dalam mengajarkan ilmu kepada murid. Guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga teladan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya berbasis pada transfer ilmu, tetapi juga pembentukan karakter melalui keteladanan.

Pemikiran KH Hasyim Asy’ari juga mencakup pentingnya hubungan harmonis antara guru dan murid. Beliau menekankan bahwa murid harus memiliki sikap hormat terhadap gurunya. Dalam pandangannya, keberkahan ilmu sangat bergantung pada adab murid terhadap guru. Konsep ini masih relevan hingga kini, terutama dalam konteks pembentukan etika dalam proses pendidikan.

Pesantren, sebagai salah satu warisan penting dari KH Hasyim Asy’ari, menjadi bukti nyata penerapan pemikirannya dalam pendidikan. Pesantren mengajarkan nilai-nilai keislaman, tetapi tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat. Sistem pendidikan pesantren yang mengutamakan ngaji kitab kuning sebagai metode utama menunjukkan keinginan beliau untuk mempertahankan tradisi keilmuan Islam klasik. Namun, dalam perkembangannya, pesantren juga mulai mengadopsi pendidikan formal untuk menjawab tuntutan modernitas.

KH Hasyim Asy’ari juga menekankan pentingnya pendidikan sebagai ibadah. Belajar dan mengajar, dalam pandangan beliau, merupakan bagian dari amal ibadah yang sangat mulia. Hal ini memberikan landasan spiritual bagi semua pihak yang terlibat dalam pendidikan, baik guru maupun murid, untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh keikhlasan.

Dalam konteks kearifan lokal, KH Hasyim Asy’ari mengajarkan bahwa pendidikan harus mencakup nilai-nilai gotong royong, toleransi, dan kebersamaan. Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mencetak individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga masyarakat yang harmonis dan beradab. Dengan demikian, pendidikan menjadi alat untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera secara spiritual dan material.

Pemikiran beliau juga mencakup pandangan bahwa pendidikan tidak hanya untuk kaum lelaki, tetapi juga perempuan. KH Hasyim Asy’ari mendorong perempuan untuk mendapatkan pendidikan agar mereka mampu berperan secara aktif dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Pandangan ini sangat progresif untuk zamannya dan menjadi salah satu kontribusi penting beliau dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia.

Selain itu, KH Hasyim Asy’ari juga menyoroti pentingnya kesederhanaan dalam pendidikan. Beliau percaya bahwa pendidikan tidak harus mahal, tetapi harus berkualitas. Kesederhanaan ini tercermin dalam sistem pesantren tradisional yang tetap mampu melahirkan banyak ulama besar meskipun dengan fasilitas yang terbatas.

Pemikiran KH Hasyim Asy’ari tentang pendidikan juga relevan dalam konteks modern. Konsep pendidikan berbasis adab, integrasi ilmu agama dan ilmu umum, serta pentingnya kearifan lokal dapat menjadi solusi untuk berbagai persoalan pendidikan saat ini. Nilai-nilai yang beliau ajarkan dapat diadaptasi dalam kurikulum pendidikan nasional agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Dalam perkembangan dunia yang semakin global, pemikiran KH Hasyim Asy’ari tetap relevan. Pendidikan berbasis keislaman dan kearifan lokal yang beliau gagas memberikan panduan bagi masyarakat Indonesia untuk menghadapi perubahan tanpa kehilangan identitas budaya dan agama.

Dapat disimpulkan bahwa
pemikiran KH Hasyim Asy’ari tentang pendidikan berbasis keislaman dan kearifan lokal menunjukkan betapa pentingnya pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada ilmu pengetahuan, tetapi juga pada pembentukan karakter dan penghormatan terhadap tradisi. Konsep pendidikan yang beliau ajarkan menjadi dasar bagi sistem pesantren di Indonesia yang hingga kini tetap relevan. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai agama, tradisi lokal, dan ilmu modern, pendidikan dapat menjadi alat untuk membangun individu yang beradab, masyarakat yang harmonis, dan bangsa yang maju.

Penulis: Zaenuddin Endy – Direktur Pangadereng Institut (PADI), Pengurus DPP RHMH Aljunaidiyah Biru Bone

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *