Opini: Shalawat dan Taubatnya Seorang Pemabuk

HARIANSULSEL.COM, Makassar – Dalam kitab Tanqih al-Qaul karangan Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani beliau mengutip cerita dari sebagian kaum sufi. Diceritakan bahwa ada salah seorang sufi memiliki tetangga pemabuk. Siang ataupun malam teler-teler saja kerjanya. Kerap kali memang pemabuk ini diberi nasehat oleh sang sufi untuk bertobat meninggalkan kebiasaan buruk tersebut, namun ia tak perduli dan masih saja melanjutkan kebiasaan buruknya itu.

Terdengar kabar bahwa sang pemabuk ini telah meninggal dunia. Hingga disuatu malam sang sufi bermimpi dijumpai oleh sang pemabuk, namun yang mengherankan ia berada dalam derajat yang sungguh luar biasa mulianya, ia memakai perhiasan yang berwarna hijau, lambang kebesaran dan kemegahan-kemegahan di syurga.

Sambil keheranan sang sufi bertanya: kaukah itu saudara? Bukankah ketika kau masih hidup mabuk-mabukan saja kerjamu. Lanjut sang sufi bertanya :

بِمَا نِلْتَ هَذِهِ الْمَرْتَبَةَ الْعَلِيَّةَ

“Dengan sebab apa engkau memperoleh derajat yang mulia ini?”

Kemudian pemabuk menjelaskan ihwal kenikmatan yang dirasakannya:

حَضَرْتُ يَوْمًا مَجْلِسَ الذِّكْرِ فَسَمِعْتُ الْعَالِمَ يَقُوْلُ مَنْ صَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَفَعَ صَوْتَهُ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ ثُمَّ رَفَعَ الْعَالِمُ صَوْتَهُ بِالصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَفَعْتُ صَوْتِيْ وَرَفَعَ الْقَوْمُ أَصْوَاتَهُمْ فَغَفَرَ لَنَا جَمِيْعًا فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ فَكَانَ نَصِيْبِيْ مِنَ الْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ  أَنْ جَادَ عَلَيَّ بِهَذِهِ النِّعْمَةِ.

“Aku suatu hari menghadiri majelis dzikir, lalu aku mendengar orang alim berkata, barangsiapa bershalawat kepada Nabi dan mengeraskan suaranya, surga wajib baginya. Lalu orang alim tadi mengeraskan suaranya dengan bershalawat kepada Nabi, aku dan jamaah juga mengeraskan suara seperti yang dilakukan orang alim itu. Kemudian Allah mengampuni kita semuanya pada hari itu, maka jatahku dari ampunan dan kasih sayang-Nya adalah Allah menganugerahkan kepadaku nikmat ini.”

Demikian keagungan dan kedahsyatan bagi mereka yang membaca shalawat, bahkan dirasakan dahsyatnya oleh seorang pemabuk. Bukan berarti hendak mendukung atau membenarkan mabuk-mabukan yang notabenenya telah diharamkan dalam Islam. Namun cerita ini lebih sekedar merefleksikan kehebatan membaca shalawat yang bisa membawa seseorang pada lautan kasih sayang dan pengampunan dari Allah swt.

Dari Abdullah ibn Mas’ud Rasulullah saw. bersabda:

أَوْلى النَّاسِ بِي يوْمَ الْقِيامةِ أَكْثَرُهُم عَليَّ صَلاَةً

“Orang yang paling utama bersamaku pada hari kiamat ialah yang paling banyak membaca shalawat kepadaku.” (HR Tirmidzi).

Pada hadis lain, Rasulullah bersabda :

مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً صلَّى اللَّهُ عليهِ عشرَ صلَواتٍ ، وحُطَّت عنهُ عشرُ خطيئاتٍ ، ورُفِعَت لَهُ عشرُ درجاتٍ

“Barang siapa di antara umatmu yang bershalawat kepadamu sekali, maka Allah menuliskan baginya sepuluh kebaikan, menghapuskan dari dirinya sepuluh keburukan, dan meninggikan darinya sebanyak sepuluh derajat, (HR Ahmad).

Ditengah pandemi wabah corona ini, disela-sela waktu yang Allah berikan, senantiasalah kita meluangkan waktu untuk mengingat keagungan dan kebesaran Allah swt serta bershalawat kepada Nabi Muhammad saw.

Semoga kita semua diberikan pertolongan dan kemudahan untuk tetap istiqamah dalam shalawat dan merasakan kedahsyatannya serta diakui sebagai umat Nabi Muhammad saw. Wallahu ‘alam.

Penulis: Salehuddin Mattawang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *