Tafakkur Ulul Al-Bab dalam Kitab Anisul Muttaqien (Seri-7)

HARIANSULSEL.COM, Makassar – Tafakkur tentang akherat menghasilkan hikmah (kearifan). Hikmah menyingkap rahasia di balik sesuatu. Dan menghidupkan hati selamanya!

Tafakkur menghasilkan al-hikmah (wisdom). Demikian kutipan Syeikh Al-Palembani dari seorang sufi besar dari Damaskus, Syeikh Abu Sulaiman (w. 830 M).

Hikmah adalah derajat yang sangat mulia. Para filosof dikenal sebagai ahli hikmah. Simbol keberfungsian akal sehat. Akal yang mencegah dari segala bentuk kesesatan dan kelalaian. Menuntun perkataan dan perbuatan selaras dengan kebenaran (al-Razi). Orang yang mencapai derajat ini akan mendapat anugrah besar dari Allah (QS. Al-baqarah: 269).

Salah satu kelompok yang disebutkan dalam Alquran sebagai ahlul hikmah adalah ulul albab. Albab terambil dari kata lubb; artinya intisari sesuatu. Ulul Albab sendiri adalah pemilik hati yang sehat dan akal pikiran yang benar. Mereka yang mampu bertafakkur sehingga terbebas dari pengaruh dan godaan hawa nafsu. Perkataannya penuh hikmah, perbuatannya adalah qudwah (contoh). Tatapannya adalah kasih sayang. Tegurannya adalah nasehat.

Maqam (derajat) ini dalam nalar sufi dikenal sebagai maqam tajalli. Yaitu perwujudan atau penampakan sifat-sifat Allah dalam diri manusia. Tajalli adalah stasion terakhir bagi kaum sufi. Perjalanan ini dicapai setelah melewati dua stasion sebelumnya, yaitu attakhalli dan attahalli. Attakhalli sendiri adalah proses pelepasan diri dari segala bentuk kelalaian. Baik lahir maupun bathin. Sementara attahalli adalah proses pengisian ulang diri dengan sifat-sifat yang terpuji.

Ulul albab sebagai ahlul hikmah telah telah mewujudkan (tajalli) sifat-sifat (al-kamal) kesempurnaan Allah dalam dirinya. Di antaranya adalah al-hakim (Maha Bijakasana). Kebijaksanaan ulul albab nampak pada segala sifat dan karakternya. Di antaranya, keberanian, keseimbangan, kepandaian dan kesederhanaan. Sifat ini menyata dalam perbuatan, perkataan. Berani dalam kebenaran. Adil dalam memutuskan perkara. Pandai dalam memberi solusi. Sederhana dalam penampilan.

Karakter ulul albab ini terbentuk melalui proses latihan (mujahadah nafsi). Panjang dan berliku. Dan paling penting dan utama adalah buah dari tazakkur (zikir) dan tafakkur (pikir). Itulah sifat ulul albab dalam Alquran (QS.Al-Baqarah: 269). Berzikir dalam segala kondisi. Bertafakkur terhadap semua fenomena alam.

Tazakkur dan tafakkur dua hal tak terpisahkan. Syeikh Ibnu ‘Athaillah menyatakan bahwa zikir memiliki tiga tingkatan. Zikir lisan, zikir hati dan zikir akal. Zikir lisan adalah awal; simbol keislaman. Zikir hati adalah pertengahan; simbol keimanan. Dan zikir akal adalah akhir; simbol dari ihsan.

Pencapaian tingkatan ihsan inilah yang paling tinggi. Kesadaran akan kehadiran sifat-sifat Allah dalam segala hal dan kondisi. Di antara salah satu perwujudan sifat Ihsan itu sendiri adalah kemampuan membalas kejatahan (keburukan) orang lain dengan kebaikan.

Sementara tafakkur dalam tradisi sufi, menurut Prof. Nasaruddin Umar, ada lima bentuk, yaitu tafakkur tentang ayat-ayat Allah akan melahirkan ma’rifah; bertafakur tentang nikmat Allah melahirkan mahabbah; bertafakur tentang janji Allah dan pahalanya melahirkan optimisme; bertafakur tentang ancaman dan siksaan Allah melahirkan takut; dan bertafakur tentang kelalaian manusia menjauhi Allah melahirkan penyesalan.

Konsep tersebut juga telah ditegaskan oleh Syeikh Al-Palembai dengan bahasa berbeda. Tafakkur, menurutnya, akan melahirkan sembilan hal (sifat) terpuji; yaitu takut, taubat, taat (ibadah), qana’ah, dermawan, adab, tawadhu dan uzlah….Bersambung..!

Wallahu A’lam bishsawab

Penulis: Darlis Dawing – Dosen IAIN Palu

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *